SAUDARA TIRI AL-HUSAIN

SAUDARA TIRI AL-HUSAIN

Etimologi "saudara" punya beberapa arti. Dalam arti sempit, saudara adalah anggota keluarga (laki-laki atau pun perempuan, lebih muda atau lebih tua, seibu dan atau seayah kandung, tiri, angkat). Saudara lebih tua disebut kakak, yang lebih muda disebut adik. Dalam arti lebih luas, saudara meliputi pula sanak kerabat.

Lebih luas lagi, saudara merupakan istilah sosiologis. Panggilan lumrah tapi lebih sopan dari 'kamu' atau 'anda'. Secara linguistik, 'saudara' merupakan pronomina orang kedua. 'Saudari' adalah bentuk femininnya.

Saudara merupakan status yang sangat fundamental dalam unit sosial manusia, bahkan binatang. Status ini umumnya didasarkan pada fakta biologis, dan sebagian lagi merupakan produk konstruksi dan kontrak sosial.

Status biologis dengan tambahan predikat ‘kandung’, lazim dipahami sebagai ‘asli’. Adapun predikat khusus hasil konstruksi adalah ‘angkat’. Predikat ketiga adalah ‘tiri’.

Kata 'tiri' sendiri bermakna 'bukan darah daging sendiri'. Saudara tiri (kakak maupun adik tiri) itu saudara seayah atau seibu saja, bukan kedua-duanya. Saudara seayah tapi beda ibu disebut paternal siblings. Saudara seibu beda ayah disebut maternal siblings.

Disebut saudara tiri, karena dua atau lebih individu terhubung ke satu generasi sebelumnya, ke salah satu, dan hanya satu, orang tua (atau tetua). Dalam relasi perkawinan, ini terjadi tatkala individu mengawini lebih dari satu individu, dan punya anak, paling tidak, dari dua perkawinan. Anak-anak dari pasangan berbeda itulah saudara/i tiri.

Kata tirI dalam bahasa Indonesia merujuk pada hubungan keluarga yang terbentuk melalui pernikahan, bukan hubungan darah biologis. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan relasi antara anggota keluarga yang terikat karena salah satu orang tua menikah lagi.

Tiri menunjukkan hubungan **kekeluargaan yang tidak berdasarkan ikatan darah sebagai berikut :

  1. Ayah tiri adalah suami dari ibu kandung seseorang yang bukan ayah biologisnya.
  2. Ibu tiri adalah istri dari ayah kandung seseorang yang bukan ibu biologisnya.
  3. Anak tiri adalah anak dari pasangan sebelumnya yang diakui sebagai anak setelah pernikahan baru.
  4. Saudara tiri. Yaitu anak dari pasangan baru orang tua yang tidak memiliki hubungan darah dengan seseorang.

Entah bagaimana asal muasalnya, istilah 'tiri' lazim dibayangkan di Indonesia sebagai kejam, penuh dengki dan culas. Padahal banyak saudara tri atau angkat, juga ayah/ibu tiri atau angkat yang lebih berjasa dari ibu, ayah atau saudara kandung. Tak terhitung jumlah orang baik yang terzalini stigma negatif ini sepanjang sejarah kehidupan sosial.

Al-Husain, cucu Nabi saw yang bergelar "Pemimpin para martir" dan gugur pada 10 Muharam, punya saudara kandung laki, Al-Hasan yang punya posisi sakral sebagai imam suci pasca sang ayah, Ali bin Abi Thalib. Nama Al-Hasan dan Al-Husain diabadikan sejarah Islam dengan kekhasan tanda alif dan lam di awalnya.

Al-Husain juga punya saudari kandung. Zainab adalah namanya. Perempuan pemberani, orator ulung, dan penyabar itu dikenal sebagai Pemimpin para wanita Ahlulbait yang ditawan dan digelandang dari Karbala ke Kufah hingga Damaskus.

Al-Husain juga punya beberapa saudara tiri atau adik seayah. Paling menonjol bernama Al-Abbas. Dia adalah anak kelima Imam Ali as sekaligus anak pertama Ummul Banin (Fatimah binti Hazim). Panggilannya yang terkenal adalah Abul- Fadhl. Gelarnya, Qamar Bani Hasyim (Rembulan Klan Hashimi), yang melukiskan pesona dan kharisma luar biasa.

Dalam megatragedi Karbala, persaudaraan dalam bentuknya yang paling indah ditampilkan melalui hubungan yang amat harubiru dan epik antara dua supra insan Al-Husain dan saudara tirinya, Al-Abbas.

Beberapa sumber sejarah melukiskan profil Abul Fadhl sebagai sosok kharismatik berpostur kekar dan tinggi, serta berparas tampan penuh wibawa.

Al-Abbas adalah tokoh ikonik kesetiaan pada saudara sekaligus model sempurna kepatuhan pada panglima tertnggi. Semua itu menghasilkan pengorbanan luar biasa spektakuler dalam Revolusi Asyura sebagaimana dinarasikan para sejarahwan.
Ia adalah komandan dan pemegang panji pasukan Al-Husain.

Tugas lainnya yang tak kalah penting, mengambil air dari sungai Furat untuk bekal kafilah Imam. Bersama saudara-saudaranya, ia tegas menolak dua surat jaminan keamanan dari Ubaidillah bin Ziyad.

Mereka semua lalu menjadi bagian dari pasukan Imam Husain yang gigih berperang dan gugur syahid. Dilaporkan bahwa Al-Abbas gugur syahid di hari Asyura dengan kedua tangan terputus dan sebatang besi menghantam kepalanya. Al-Husain mendekap jasad tak bertangan itu, seraya berucap "Kau adalah sebaik-baik saudara."

Dalam sejarah dan komunitas Muslim Syiah, Al-Abbas menempati posisi spiritual tak tergantikan sebagai "Pintu Hajat" (Bab al-Hawa'ij). Ia juga dikenal sebagai pemasok air minum di Karbala pada hari Tasu'a (9 Muharram)--yang khusus diperingati sebagai hari kesyahidannya.

Kepahlawanan adik seayah Al-Husain itu membuat kita, terutama para pecinta Ahlulbait, dapat merekonstruksi secara akal sehat, makna suci "saudara". Sudah saatnya kita menanggalkan semua prasangka negatif terkait "saudara tiri" yang telah berkarat dalam opini khalayak selama ini.

Mari kita hormati dan apresiasi setiap manusia pecinta Al-Husain sebagai saudara ideologis agar lebih lestari dan manusiawi dari saudara biologis.

Saudara ideologis bermakna kesatuan visi atau tujuan sehingga meliputi pula sahabat dekat atau saudara seperjuangan. Para individu sebangsa dan seagama adalah saudara satu sama lain; lebih-lebih sesama pelintas jalan kesucian Karbala.

Read more