SECUIL TENTANG NAHWU
Tadi sore seusai berolahraga joging, diminta membantu putri saya untuk memberikan penjelasan tambahan tentang beberapa tema dalam ilmu nahwu sebagai persiapan menghadapi ujian di sekolahnya yang memadukan mapel umum dan agama. Ternyata metode pengajarannya sama dengan metode pengajaran tempoe doeloe tanpa inovasi signifikan. Anak gen Z yang sudah kosmopolit dan akrab dengan modernitas serba uptodate terlihat canggung dan bingung ketika berusaha memahaminya.
Dulu saat nyantri kami diajari Nahwu (gramatika bahasa Arab) dan sharf (morfologi Arab), dengan mencopy kitab yang ditulis untuk masyarakat pengguna bahasa Arab sebagai bahasa ibu, terutama kitab-kitab yang ditulis dalam bentuk nazam (lirik puitis) juga i'rab (deskripsi posisi gramatikal setiap kata dalam pernyataan) dengan bahasa Arab. Akibatnya, lebih mengigat teksnya ketimbang memahami kontennya.
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab, seperti kaidah-kaidah penulisan huruf, kata, dan kalimat. Sedangkan ilmu sharf adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab, seperti jenis-jenis kata (fi'il, isim, dan harf), serta perubahan-perubahan bentuk kata. Secara sederhana, ilmu nahwu berfokus pada struktur kalimat, sedangkan ilmu sharf berfokus pada bentuk kata.
Karena tak semua orang bisa nyantri, apalagi bukan pengguna asli bahasa Arab dalam komunikasi sehari-hari, pengajaran gramatika Arab mungkin lebih efektif dilakukan dengan pengantar bahasa Indonesia dengan metode yang terbarukan dan relevan dengan situasi modern saat ini.
Salah satu yang menjadi kendala utama bagi pembelajar yang familiar dengan bahasa Inggris adalah kompleksitas struktur gramatika Arab. Kompleksitasnya membuatnya berbeda dengan pakem umum gramatika bahasa rumpun latin, termasuk bahasa Indonesia, yang menetapkan pernyataan utuh sebagai kompsisi subjek dan predikat serta kopula atau kata sambung.
Pernyataan utuh yang lazim disebut "jumlah tammah" dalam gramatika Arab terbagi secara primer dalam dua macam, 1) "jumlah ismiyah", yaitu pernyataan yang memuat subjek dan predikatnya berupa kata benda yang disebut "ism"; 2) "jumlah fi'liyah", yaitu pernyataan yang memuat kata kerja (fi'l) dan kata benda (ism) sebagaj kata pelaku (fa'il) dengan atau tanpa kata penderita (maf'ul). Dua jenis permyataan dalam bahasa lainnya terhimpun dalam komposisi subjek dan predikat serta kopula tanpa deferensiasi.
Dengan kata lain, pernyataan yang terdiri atas subjek dan predikat serta kopula tertuang secara utuh dan khusus dalam "jumlah ismiyah", sedangkan "jumlah fi'liyah" tidak diperlakukan sebagai komposisi subjek, predikat dan kopula, namun diperlakukan sebagai pernyataan tersendiri.
Dalam "jumlah ismiyah" subjek diisebut mubtada', yaitu kata benda yang berada di awal, sedangkan predikat disebut "khabar". Bila dalam bahasa Inggris penghubung antara subjek (mubtada') dan presdikat (khabar) ditampilkan dalam sebuah beberapa kata baku seperti is dan are, maka dalam bahasa Arab penghubung antara kedua elemen pernyataan ditandai dengan dua ciri yang berbeda, yaitu subjek (mubtada') harus berupa kata benda definitif alias tertentu (ism ma'rifah). Ism makrifah adalah kata benda yang antara 1) berupa nama orang, kota dan lainnya; 2) berupa kata benda yang direlasikan dengan kata benda (mudhaf wa mudhaf ilaihi) sehingga menghasilan pengertian tambahan atau kepemilikan (al-idhafah) seperti kata "kitabullah" yang terdiri atas kata kitab dan Allah dan berarti kitab(nya) Allah".
Dengan sedikit penjelasan metode khas pembentukan pernyataan dalam gramatika Arab, pembelajar bisa dengan mudah memahami perbedaan mendasarnya dengan gramatika bahasa Indonesia dan Inggris.
Tentu deskripsi di atas hanya secuil dari struktur gramatika Arab. Peminat perlu menyediakan waktu yang cukup, meski tak bertahun-tahun, untuk memahaminya dan mempraktikannya.
Karena pernah mengajarkan nahwu selama kira-kira 10 tahun, saya masih menyimpan keinginan menjadi pengajar atau membuka kursus ilmu nahwu dengan pendekatan linguistik dan logis dan dengan metode populer.