Pertemuan puncak antara Presiden Iran Mahmoud Ahmadi Nejad, Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nashralah, dan Presiden Suriah Bashar Asad di Damaskus beberapa waktu lalu membuat kekhawatiran pemerintah Zionis semakin meningkat, baik yang terungkap kepada publik maupun tidak.
Surat kabar Yediot Ahronoth menyebutkan bahwa yang paling meresahkan pemerintah Israel adalah adanya kemungkinan bahwa pertemuan tersebut telah mengeluarkan keputusan bersama untuk meruntuhkan keseimbangan kekuatan antara Israel dengan Hizbullah, melalui upaya mempersenjatai Hizbullah dengan rudal-rudal anti pesawat sehingga dapat menghambat efektifitas senjata udara. Akibatnya, rencana Israel untuk melancarkan agresi ke Libanon dapat dipastikan gagal besar dan kekalahan menjadi sesuatu yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Kekhawatiran semacam ini begitu kuatnya dirasakan oleh kalangan militer Zionis.
Yediot Ahronoth mengaitkan adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut dengan gencarnya aktifitas pesawat-pesawat tempur Israel akhir-akhir ini, bersamaan dengan kehadiran Sayid Hasan Nashrallah di Suriah—dan ini sekaligus membuktikan lemahnya kemampuan intelijen Israel yang sejak perang 2006 silam berusaha untuk menghabisi nyawanya.
Disebutkannya bahwa pada perang 2006 lalu Hizbullah menggunakan roket-roket anti pesawat yang masih sederhana, namun kali ini organisasi itu diperkirakan memperoleh bantuan berupa sejumlah sistem misil canggih jarak jauh, untuk menangkap keberadaan pesawat-pesawat, baterai-baterai misil dan senjata-senjata yang kendalikan oleh radar, yang mampu menolak atau setidaknya mempersempit keleluasaan serangan udara maupun aktifitas intelejen senjata udara Israel di udara Libanon secara efektif.
Sejumlah media Israel memperlihatkan pemandangan keresahan pemerintah Israel atas adanya kemungkinan bahwa senjata dengan jenis tersebut telah berada di tangan Hizbullah, dengan mengatakan bahwa Hizbullah melatih kader-kadernya untuk dapat menggunakan misil-misil penangkal pesawat yang dapat melancarkan serangan balasan secara cepat, jenis SA-8, serta dapat mengenai pesawat-pesawat tempur maupun helikopter baik yang berjarak dekat maupun jauh.
Kekhawatiran ini semakin beralasan apabila terbukti Hizbullah memiliki sistem misil yang sangat efektif menangkal pesawat. Jika hal itu benar-benar menjadi kenyataan, maka menjadi lengkaplah arsenal militer Hizbullah, dan tertutuplah jurang pemisah yang selama ini tampak jelas antara dua kekuatan, melalui keunggulan senjata udara Israel yang merupakan satu-satunya ancaman mendasar bagi kekuatan militer Hizbullah. Sementara kehebatan militer hizbullah di darat telah terbukti pada perang 2006 lalu, roket-roket anti tank telah membuktikan kemampuannya dalam menghentikan agresi darat Israel ke Libanon. Kini Israel terancam gagal dalam setiap rencana serangan udara ke Libanon, dengan kemungkinan kepemilikan Hizbullah atas sistem misil anti pesawat.
Yediot Ahronoth juga mengajak masyarakat Israel untuk selalu mendengarkan pernyataan-pernyataan Sayid Hasan Nashrallah dan Mahmoud Ahmadi Nejad, agar mereka dapat mengetahui betul hakikat yang sebenarnya dari konflik yang tengah dialami Israel. Ditambahkannya bahwa Sunnah-Syiah memang berbeda pendapat bahkan berselisih dalam banyak hal, namun mereka siap untuk saling berangkulan dan merapatkan barisan di Damaskus demi tujuan bersama yang satu, yaitu menghabisi Israel.
Yediot Ahronoth menganggap bahwa Sayid Hasan Nashrallah telah berkata benar ketika dia menyifati rakyat Israel sebagai rakyat yang terpecah-pecah dan terisolasi.
Yediot Ahronoth mempertanyakan kembali hak Israel untuk mendirikan negara, sebab keterikatan masyarakat Israel dengan semangat untuk mendirikan negara Israel kini telah tampak rapuh dan memudar, bahkan tidak sedikit dari mereka yang memandang bahwa eksistensi Israel bukanlah sebuah keharusan, karena di hadapan bangsa Yahudi masih ada opsi-opsi lainnya.
Sementara itu Surat kabar Haaretz menuduh PM Israel Netaniahu telah mempertaruhkan masa depan Israel ‘di meja judi’, karena menjadikan Israel sebagai target utama roket-roket Hizbullah yang dapat melumpuhkan Tel Aviv dan airport Ben Gurion, selain dapat mengakibatkan larinya investor asing dari Israel. “Apa yang terjadi apabila Israel berhasil dikalahkan, lalu diduduki oleh kekuatan sekutu Arab-Iran dan entitas bangsa Israel di Timur Tengah lenyap?” tanya surat kabar itu. (TV Almanar)