SERANGAN DAN SERANGAN BALIK DALAM POLITIK

SERANGAN DAN SERANGAN BALIK DALAM POLITIK
Photo by Unsplash.com

Mencari pandangan yang sama dan menginstal ulang info yang telah diketahui dan menghimpun opini yang sesuai dengan mindset menguatkan kecenderungan primordial yang berpotensi menciptakan ekstremisme dan intoleransi dalam keyakinan, politik dan lainnya.

Ekstremisme dan fanatisme dalam pemihakan politik muncul dalam pemujaan tanpa secuilpun sikap kritis dan penolakan final yang biasanya berbaur dengan ujaran kebencian dan penyebaran hoax.

Ekstremisme dan fanatisme tak pernah tunduk pada fakta objektif dan aksioma logika, karena yang terpenting bagi pengidapnya bukan mengamati arena politik sebagai objek abu-abu tapi pemenuhan adrenaline dan sentimen primordial.

Fanatisme dan ekstremisme mendorong pengidapnya mendukung sesuatu yang telah didukungnya dan menolak sesuatu yang tak didukungnya tanpa perlu memilah-milah mengikuti parameter validitas opini dan kesesuainnya dengan fakta. Semua pandangan yang tak searah ditolaknya tanpa mempelajari alasan di baliknya, dan mengafirmasi opini yang mengobarkan sentimen pilihannya meski tak valid.

Baginya, pemihakan bukan lagi pilihan politik yang dinamis dan relatif tapi sebuah doktrin sakral yang diperlakukan sebagai wahyu absolut dan final. Singkatnya, ini bukan soal kontestasi politik tapi soal kompetisi dominasi.

Bila ekstremisme dan fanatisme terus menguat dalam polarisasi sengit dan terus dikipasi dengan mobilisasi, provokasi berbalut pembelaan agama oleh para industriawan sabda dan gorengisasi, penyebaran hoax berbalut berita dan penggiringan opini oleh influenser dan buzzer berbayar atau perusahaan kampanye, ketegangan politik antara kubu pemenang dan kubu kalah akan terus berlanjut sampai 5 tahun ke depan.

Timses mestinya tak menganggap kampanye sebagai aksi menyerang atau menyerang balik.

Read more