SIMPLE LIFE

SIMPLE LIFE
Photo by Unsplash.com

Setiap manusia harus memastikan semua pikiran dan perbuatannya benar sesuai akal sehat dan sesuai ajaran yang dianutnya, bukan pikiran dan perbuatan orang lain yang tidak berada dalam area tanggungjawabnya.

Yang perlu diperhatikan, peringkat kemuliaan sejati setiap orang tidak ditentukan oleh banyak dan sedikit apa yang dipikirkan dan dilakukan, juga tak ditentukan oleh posisinya sebagai atasan atau bawahan dalam domain sosial bahkan tidak ditentukan oleh posisinya sebagai subjek yang mempengaruhi atau subjek yang dipengaruhi alias objek dalam pelbagai bidang interaksi, sedikit dan banyak atau sedikitnya sahabat, teman dan mendukungnya.

Kemuliaan kualitatif ditentukan oleh tingkat keselarasan pikiran dengan perbuatan sesuai dengan akal sehat dan norma-norma yang dianutnya. Kecil dan besarnya tanggungjawab juga bukan parameter kemuliaan. Dengan kata lain, luas dan sempitnya area taklif bukan parameter kehebatan apalagi kemuliaan, meski secara kuantitatif (duniawi) terlihat demikian, tapi ditentukan oleh ketulusan dan ketekunan melaksanakannya. Direktur terlihat lebih mulia dari OB dan pegawaiainnya menurut standar kuantitas. Tapi secara kualitatif, yang lebih adalah yang melaksanakan dengan benar taklif dan tanggungjawabnya.

Karena perbedaan struktur artifisial (kemuliaan kuantitatif) seperti posisi guru dan murid, tokoh dan publik, atasan dan pegawai dan sebagainya dipahami sebagai parameter strata kemuliaan sejati, tak sedikit orang yang berusaha berebut untuk mengambil posisi influencer seraya mengabaikan prosedur dan variable serta risiko yang menyertainya. Menasehati, menegur, mengkritik, membantah, memerintahkan dan berpendapat adalah contoh aktivitas yang kerap didasarkan pada tendensi ini. Kalau terbukti keliru atau bila ada pihak yang keberatan, mengalami stress dan dihamburkan hidupnya untuk klarifikasi dan lainnya.

Luas dan sempitnya area tanggungjawab setiap orang ditentukan oleh kapasitas kemampuan yang berbeda-beda dalam memikulnya. Perbedaan kualitatif dan kuantitati kapasitas kemampuan setiap orang ditentukan oleh modal jerih payah dalam menyusun kesadarannya tentang struktur prinsip yang mesti dibangunnya. Artinya, tanpa perlu diingatkan atau ditegur oleh orang lain untuk menyadari limit kapasitas dirinya juga skala prioritas taklifnya setiap orang mestinya dituntut memikirkan esensi (cara, sarana, tempat, waktu, berapa dan semua variable yang menyertai) apa yang telah, sedang dan akan dilakukannya.

Bila kesadaran tentang urgensi menetapkan skala prioritas pikiran dan perbuaran menjadi kompas, konflik (akibat saling ingin menawarkan pandangan oleh orang-orang yang tak sadar kapasitas diri, kompetensi dan area tanggungjawab) dapat dikurangi. Ini berlaku dalam semua bidang kehidupan sosial, dalam ranah keluarga, perusahaan, organisasi sosial dan politik dan negara.

Bila proses logis itu ditempuh, hidup terasa sehat, sederhana dan produktif. Tak hanya itu, kemuliaannya meningkat secara niscaya bila kesadaran eksistensinya juga menanjak.

Read more