Sinetron Cerdas: “Para Pencari Tuhan”

Sinetron Cerdas: “Para Pencari Tuhan”
Photo by Unsplash.com

180px-dedy_mizwar.jpg

Sinetron Para Pencari Tuhan (PPT) kini sedang mencuri perhatian pemirsa di seluruh Indonesia. Di tengah maraknya sinetron Ramadhan yang mengumbar simbol-simbol agama (Islam), sinetron Ramadhan yang ditayangkan SCTV itu justru memilih menampilkan aneka persoalan kehidupan sehari-hari dengan sudut pandang (perspektif) kalangan awam. Ini lumrah karena PPT memang bertumpu pada cerita/skenario tulisan Wahyu HS yang pandai meramu kenyataan sehari-hari, sehingga hasilnya terasa renyah untuk dinikmati. Kehadiran PPT menambah semarak sahur kita di bulan suci yang baru kita lewati.

Menurut saya, format sinetron seperti PPT-lah yang dikategorikan memenuhi standar mencerdaskan publik. Cerita yang diangkat ke layar kaca merepresentasikan fenomena sehari-hari yang sering dialami banyak orang. Artinya, fakta dan informasi yang disuguhkan di PPT dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, prinsip deontologi jurnalisme sebagaimana diidealkan Haryatmoko dalam buku Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi (2007) betul-betul diperhatikan.

Meminjam analisis Haryatmoko, tidak berlebihan jika diungkapkan bahwa sinetron PPT yang diproduseri Deddy Mizwar telah memecah kebuntuan program sinetron media kita, khususnya televisi, yang terlalu mengultuskan kepentingan-kepentingan ekonomis (pasar). Ajakan hidup ahistoris dan konsumeris lebih dominan dalam acara sinetron kebanyakan. Padahal, dengan lebih menonjolkan kepentingan pasar, komunikasi massa akan hancur.

Miminal ada tiga hal yang berhasil ditampilkan dalam sinetron PPT secara apik dan enak dinikmati. Pertama, proses beragamanya orang-orang biasa (grass roots). Orang-orang biasa yang dimaksud adalah tiga tokoh preman yang sedang bertobat, yaitu Chelsea (Melki), Barong (Aden), Juki (Isya), Bang Jek (Deddy Mizwar), Bang Udin (Udin Nganga) dan yang lainnya. Mereka adalah orang-orang biasa yang "tidak taat buta" dalam beragama. Mereka sering terlibat dalam dialog tentang agama, bahkan Tuhan, dengan perspektif kalangan awam. Hasilnya, kelucuan yang tidak kelihatan dibuat-buat. Meski begitu, bukan berarti bahwa dialog mereka kosong maknanya. Sebaliknya, substansi dari dialog yang mereka lakukan mengajak para pemirsa untuk berefleksi.

Kedua, potret kemiskinan. Kondisi kemiskinan yang diderita oleh Asrul yang hidup serba kekurangan bersama seorang istri dan empat anaknya, Bang Udin yang berperan sebagai hansip miskin, tiga preman tobat yang pengangguran, dan Bang Jek sebagai penjaga mushala mengingatkan kita semua kepada potret kemiskinan yang menurut data BPS sedang dialami 37,17 juta masyarakat akar rumput di negeri ini.

Pada prinsipnya, kemiskinan merupakan masalah klasik yang hingga hari ini belum terselesaikan secara sempurna. Ia adalah bagian dari masalah kemanusiaan yang selalu dihadapi umat manusia di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sebab dan sifatnya dapat bervariasi, ada yang bersifat temporal atau perorangan dan ada pula yang bersifat stuktural.

Kemiskinan temporal adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh cacat jasmani atau jiwa atau akibat malapetaka yang menimpa seseorang. Cacat jasmani atau mental bisa mengakibatkan seseorang tidak dapat bekerja seperti biasanya hingga menyebabkan tidak produktif dan menjadi miskin. Demikian pula kemarau panjang yang menyerang para petani dan bencana alam dapat pula menyebabkan kemiskinan.

Sedangkan kemiskinan struktural lebih disebabkan oleh eksploitasi dalam pola hubungan yang tidak adil dan represif dari seseorang atau suatu kelompok pada seseorang atau kelompok lainnya. Karena itulah, kemiskinan jenis ini tidak semata-mata sebagai akibat dari faktor-faktor yang ada pada dirinya sendiri dan dengan sendirinya, melainkan sebagai akibat dari eksploitasi yang cenderung dehumanis.

Tanpa bermaksud menyingkirkan kategori atau jenis kemiskinannya, sebagaimana diperintahkan agama dan dikampanyekan Deddy Mizwar dan para pihak terkait lainnya dalam sinetron PPT, sudah seharusnya kita memiliki kesadaran sosial tinggi untuk saling membantu masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. Kepedulian kita adalah jawaban dari jeritan kemiskinan mereka. Namun, kepedulian sosial yang dituntut harus berpijak pada solidaritas, bukan karitas.

Menurut Ignas Kleden (2001), antara karitas dan solidaritas itu berbeda. Karitas adalah perhatian pada kelompok yang lemah kedudukan sosial-ekonominya tanpa mengubah struktur disparitas (kepedulian setengah-setengah). Sedangkan solidaritas adalah rasa kewajiban yang timbul untuk memperhatikan kelompok lemah secara tulus dan terus-menerus karena kesadaran penuh bahwa di balik kemakmuran yang kita miliki dan nikmati, ada hak orang lain.

Ketiga, pentingnya persahabatan. Lewat profil tiga pemuda preman tobat (Chelsea, Barong, dan Juki) yang tinggal bersama Bang Jek di mushala At-Taufiq, sinetron PPT mengajarkan pentingnya sebuah persahabatan sejati. Perasaan senasib sebagai "mantan sampah masyarakat" menjadikan ketiganya sebagai satu kesatuan yang diikat dalam sebuah tali persahabatan. Prinsip homo homini socius (manusia adalah kawan atau rekan bagi sesamanya) yang diidealkan Drijarkara seperti yang telah dijelaskan Mudji Sutrisno dalam buku Drijarkara: Filsuf yang Mengubah Indonesia (2006) dipegang teguh oleh ketiganya.

Sebagaimana sinema lainnya yang berada di bawah produksi Deddy Mizwar (Lorong Waktu, Kiamat Sudah Dekat dan lainnya), PPT juga meyisipkan kisah dan problematika cinta para remaja. Kali ini antara Aya (Zaskia A Mecca) dan Azzam (Agus). Kisah dan problem cinta antara keduanya terlihat lucu dan membumi, karena didukung oleh akting keduanya yang memukau pemirsa.

Kalau dipetakan secara khusus, bukan tidak mungkin PPT sedang menembak pemirsa remaja. Ini dapat dicermati dari kehadiran para pemainnya yang tergolong idola remaja, seperti: Zaskia, Agus, dan tiga pemuda kelompok lawak Bajaj. Sangatlah potensial, Deddy Mizwar yang bertindak sebagai produser PPT sedang "berjihad" memalingkan pandangan remaja dari dominasi sinetron cinta (remeh-temeh). Namun, secara keseluruhan racikan sinetron PPT bisa dinikmati oleh semua kalangan di saat sahur tiba. (Artikel Syaiful Bari dalam Suara Karya, Jumat, 5 Oktober 2007)

Read more