Sosialiasi dan Regulasi Nikah Mut’ah di Iran

Sosialiasi dan Regulasi Nikah Mut’ah di Iran
Photo by Unsplash.com

Iran sedang melakukan sosialisasi nikah mu’tah sebagai jalan alternatif mengatasi tradisi ‘jahiziyah’ yang menuntut biaya pernikahan yang amat tinggi. Meski nikah mut’ah dihalalkan dalam fikih Syiah, namun sampai saat ini masih dianggap tabu oleh rakyat Iran yang mayoritas bermazhab Syiah. Sebagaimana dikutip TV Al-Arabiyya, Pour Muhammady, Menteri Dalam Negeri Iran, mengatakan bahwa konsep nikah mut`ah dimaksudkan guna memenuhi ‘kebutuhan’ kaum muda, dan menjauhkan mereka dari hubungan (laki2 dan perempuan) yang tidak dibenarkan oleh syariat. “Apakah cukup logis untuk bersikap pura-pura tidak tahu akan adanya dorongan2 seksual para pemuda usia 15 tahun-an yang ditanamkan Allah swt dalam diri mereka?!”begitu ia bertanya-tanya.

Tak pelak, inisatif Depagri ini memancing kontroversi dan penentangan, terutama dari kalangan para aktivis pembela hak-hak kaum wanita di Iran. Salah seorang dari mereka (seorang wanita bernama Shadi Sadr) mengatakan, “Meskipun nikah mut`ah memang ada dalam undang2 (peraturan) negara, namun budaya masyarakat Iran menganggapnya sebagai perbuatan “tidak layak”. Seorang aktivis perempuan lain, Fatimah Siddiqy, beranggapan bahwa banyak perempuan yang setuju dengan nikah mut`ah, melakukannya akibat kebutuhan2 keuangan semata-mata. Anehnya, tidak sedikit pula wanita yang melakukan hubungan tanpa nikah, namun menolak mengikuti aturan agama, yaitu mut’ah.

Dalam hubungan ini pula, Sayyed Husain Khomeini cucu Imam Imam Khomeini) menyampaikan kepada Al-Arabiyya.net bahwa pernyataan menteri Dalam Negeri merusak nama-baik kaum perempuan dan kepribadiannya, khususnya karena—dengan pernyataan tersebut—mereka melihat diri mereka seolah-olah sebagai barang dagangan di tangan kaum laki2 yang ahli agama ataupun yang bukan.

Husain menambahkan, “Ini adalah urusan kaum perempuan sendiri, dan mereka sendirilah yang memutuskan tentangnya, bukan kaum laki2, yang ahli agama maupun yang bukan” Adapun tentang adanya praktik nikah mut`ah itu sendiri di Iran, Husain mengatakan, “Hal itu memang tersebar di Iran sebagai suatu konsep. Sebagian pemuda melakukaknnya, dan sebagiannya yang lain tidak tertarik kepadanya sedikit pun dan lebih mengutamakan persahabatan dan percintaan semata. Kebanyakan pemuda yang mempraktikkan nikah mut`ah melakukannya karena kesulitan2 ekonomis, akibat tidak mampu membangun rumahtangga dan keluarga. Sehingga mereka terpaksa menyalurkan dorongan nafsunya melalui kawin mut`ah.”

Ketika ditanya tentang pendapat pribadinya tentang kawin mut`ah, putra Mustafa Khomeini ini menjawab, “Sebagai keyakinan keagamaan, saya menganggapnya memang ada dalam Islam dan Al-Qur’an, meskipun ditolak oleh kalangan Ahlus-Sunnah. Akan tetapi, kawin mut`ah telah disalahgunakan. Sebetulnya ia dibolehkan demi menghalangi manusia daripada prostitusi dan perbuatan zina, namun adakalanya ia sama saja seperti zina, bahkan lebih jahat daripada zina. Walaupun demikian, memang dalam buku2 fiqih yang ditulis oleh para fuqaha Syi`ah, terdapat dua jenis perkawinan, satu yang disebut perkawinan permanen dan yang lainnya disebut perkawinan sementara. Begitulah yang disepakati oleh semua ahli fiqih Syi`ah. (dari beberapa sumber)

Read more