SPLIT PERSONALITY

SPLIT PERSONALITY
Photo by Unsplash.com

Mungkin tak seorang pun yang pernah hidup di tahun 70an membayangkan umat manusia mulai dari ibu-ibu penjual tongkol di sebuah pasar tradisional hingga presiden bisa terhubung oleh sebuah platform dalam benda kecil, smartphone

Tak ada yang mengira bahwa manusia bertulang akan dikudeta oleh mesin yang diciptakannya. Ia didorong paksa memasuki dunia baru yang memberikan pengaruh yang lebih besar dari dunianya yang berdebu.

Tarikan dunia imaginal virtual ini sangat kuat sehingga siapapun, apapun keyakinannya, konservatif atau liberal, tua dan muda, laki dan perempuan, kaya dan miskin eksodus dari dunia nyata yang kumuh ke dunia yang segala sesuatu by design sesuai selera.

Pikiran, opini, kecenderungan, trend dan gaya hidupnya dikendalikan melalui algoritma dan prilakunya diintervensi oleh sejumlah korporasi data virtual dan pemilik platform medsos dari data-data yang diberikannya.

Hampir setiap orang berlomba menjadi influencer dan berkuasa secara informatif melalui interaksi virtual dengan tayangan, suara, gambar dan tulisan yang dishare. Tak penting kontennya, orisinal atau jiplakan demi viral, trending topic, rating dan kesuksesan bertengger di urutan terdepan mesin pencari data.

Sistem nilai dijungkirbalikkan. Di dunia medsos apapun yang unik meski remeh, lucu meski diskriminatif, baru meski palsu, kontroversial meski mengujar kebencian, sensasional meski vulgar, menghibur meski terlihat sinting disuka.

Digitalisme menggerus identitas dan menyatukan umat manusia di era microchip dalam satu budaya, selera, gaya hidup, pola komunikasi, kebiasaan dan sebagainya.

Digitalisme menciptakan alienasi manusia real hingga ia lebih memikirkan diri digitalnya ketimbang peran “bumi”-nya dalam keluarga dan lingkungan sosialnya. Akibatnya, hampir setiap warga dunia medsos mendua dan pecah kepribadian yang kontras.

Read more