SUPREMASI NEGARA ATAS ANEKA KEYAKINAN WARGA

SUPREMASI NEGARA ATAS ANEKA KEYAKINAN WARGA
Photo by Unsplash.com

Pemuka agama adalah panutan bagi para penganutnya, bukan bagi penganut agama lain, bahkan boleh jadi lebih awam dari penganut awam.

Pemuka Islam adalah panutan bagi penganut sebuah mazhab yang dianutnya, bukan bagi selainnya, bahkan mungkin sangat awam tentang mazhab lain itu.

Yang bikin kita meringis, beberapa orang awam tentang sebuah mazhab mengaku atau dianggap pakar tentang mazhab itu.

[ads1]

Beberapa organisme mengais rezeki panggung dengan mengklaim pakar mazhab yang tak dianutnya, padahal dia menganut mazhabnya karena ketelanjuran.

Para agamawan pengusil mazhab orang lain perlu sadar bahwa mantan penganut mazhab, paling tidak, mengetahui mazhab yang pernah dan sedang dianutnya.

Konversi keyakinan, setuju atau tidak, adalah indikator inteleksi yang layak diapresiasi, ketimbang sibuk membanggakan keyakinan produk keterlanjuran.

Dasar grosir pede... Ngomong serampangan tentang Syiah dengan modal gelar standar. Padahal banyak orang Syiah punya gelar lebih mentereng tapi geli untuk memajangnya.

Bila seseorang atau sekelompok orang menyudutkan mazhab lain, apa yang menahan penganut mazhab itu tak melakukan hal yang sama? Level, jawabannya

[ads1]

Umat Muslim di Iran dan negara-negara yang berpenduduk Syiah menganut mazhab mereka karena ketelanjuran. Muslim Sunni dan lainnya juga demikian.

Karena keberagamaan dan kebermazhaban adalah bagian dari proses kesejarahan, fanatisme menjadi jadi pola mempertahankan identitas.

Dengan kata lain, fanatisme yang berujung pada intoleransi sulit dipisahkan dari (doktrin) agama (yang telah diracik oleh para agamawan masing-masing) kecuali bila dipertemukan oleh prinsip yang lebih kuat dari agama interpretatif itu.

Karena agama yang dibawa para nabi dan bijakawan telah diadon dengan penafsiran agamawan-agamawan yang dipengaruhi oleh interest dan kecenderungannya masing-masing, tugas mengajak bersikap toleransi tidak efektif bila dibebankan kepada agamawan yang dalam berbagai peristiwa ketegangan sektarian justru menjadi pemicunya.

Perhatikan ceramah para agamawan. Sebagian isinya memproduksi kebanggaan menganut agama para pendengarnya sembari sesekali mendiskredikan secara implisit atau eksplisit keyakinan lain dengan dasar doktrin keyakinan sendiri. Mereka tak bosan mengulang subjek purba itu demi menghangatkan adrenaline yang kerap dijadikan sebagai bekal agresi dan aksi kekerasan terhadap kelompok keyakinan dengan dalih membela keyakinan.

[ads1]

Negara sebagai institusi yang dibangun diatas kontrak sosial dan kesepakatan serius harus menempati posisi yang lebih kuat dari aneka keyakinan setiap warganya. Karena itu, Pemerintah, sebagai mandataris rakyat, tidak boleh segan memperlakukan keyakinan sebagai bagian dari hak individu yang berada di bawah wewenangnya, bukan memperlakukannya secara sejajar.

Baca juga:

[embed]https://muhsinlabib.com/buta-agama-rabun-mazhab/\[/embed\]

Read more