Skip to main content

Mau tahu mengapa rezim Assad selain disebut-sebut media Barat sebagai diktator bengis, seperti juga media barat melabel siapa saja yang ingin dijungkalkannya, ternyata didukung rakyatnya?

Wartawan independen Vanessa Beeley yang turun dan meliput daerah konflik di Suriah mencatat bahwa Suriah dan rezim Assad selain antizionis, sekutu Iran dalam politik anti-dominasi imperialis, juga punya banyak kebijakan yang hanya bisa diimpikan kaum kiri di negara-negara imperialis untuk terwujud. Mendaftar di antaranya:

  1. Jatah kursi parlemen 50 persen dimiliki kaum pekerja dan petani (industri andalan Suriah)
  2. Jatah Dewan Kota 25 persen dimiliki oleh kaum pekerja.
  3. Harga-harga bahan pokok dipatok oleh Komite Rakyat.
  4. Investasi dan pinjaman modal negara diprioritaskan hanya untuk infrastruktur publik. Sektor swasta di luar urusan infrastruktur publik harus meminjam ke luar seperti Eropa karena bukan prioritas.
  5. Pendidkkan di level universitas umumnya gratis kalaupun ada biaya sangat rendah.
  6. Penyelenggaran perlindungan kesehatan gratis untuk semua warga. Termasuk penyakit kanker dan operasi besar dan berat.

Keadaan ini terutama pendidikan gratis dan kesehatan gratis sudah berlangsung sejak tahun 1950-an di Suriah. Banyak pengungsi di luar Arab turut menikmati pelayanan negara di Suriah selama masa pengungsian padahal pemerintah Suriah tidak punya kewajiban internasional untuk melakukan itu dan tidak pernah menandatangani konvensi soal pengungsi sehingga merasa wajib menolong pengungsi.

Suriah sebelum perang adalah negeri surgawi yang damai dan terkenal memiliki warga yang baik dan ramah. Sampai kemudian AS, Israel, Saudi, Turki kemudian Qatar dan NATO dengan agenda imperialisnya terutama urusan gas alam dan pelanggengan zionisme merasa harus menghabisi Suriah.

Suriah diperangi karena motif ekonomi politik soal gas alam untuk menutup akses pasar Rusia ke Eropa, lalu karena Suriah setia menjadi sekutu Iran dalam membela Palestina dan menolak politik rezime change ala Israel dan Barat.
Perang itu menyerang dan mengoyak-oyak kedaulatan Suriah sejak 2011 dengan politik pecah-belah, mengirim pasukan teroris bayaran dari perbatasan Turki dan menghidup-hidupkan pemberontak untuk mengobarkan perang.

Teroris dan pemberontak membunuh warga Suriah yang tak mau ikut agenda mereka dengan sadis namun dunia melihat mereka begitu suci karena propaganda dua mesin imperialisme yang mematikan: media korporasi barat dan media Islam yang beraliansi dengan Saudi dan Wahabisme.

Namun kita tahu rakyat Suriah yang Kristen, Sunni (mayoritas di Aleppo), Syiah bahkan yang tak beragama, mayoritasnya mendukung Bashar Assad mempertahankan kedaulatan negaranya dari imperialisme. Dalam keadaan Bashar dikeroyok dan nyaris tumbang, pemilu 2014, rakyat Suriah memilih kembali Bashar Assad sebagai presiden dengan suara 80-an persen.

Hertasning Ichlas