Skip to main content

Akibat rabun prioritas dan sibuk mendiskriminasi bahkan demi mengais dukungan politik sengaja membiarkan persekusi para agamawan iblis feodalis terhadap minoritas keyakinan yang bukan ancaman (berupa pemaksaan meninggalkan keyakinan dengan bersyahadat seolah telah murtad dan memeluk lagi Islam sebagai jaminan keamanan bila pulang ke kampung halaman), para agamawan takfiri yang menampilkan kesalehan simbolik malah diberi panggung.

Akibat tak memahami secara komprehensif doktrin-doktrin ekstmisme, sibuk melawan narasi khilafah tapi membiarkan narasi hijrah, cinta Sunnah dan lainnya disebarkan para ustadz pujaan umat menyedot kalangan menengah,

Akibat salah mengidentifikasi skala ancaman terhadap NKRI, hanya membubarkan HTI (meski doktrin makin menguat) tapi membiarkan bahkan melegalkan ANNAS yang lebih agesif dan nyata mengancam kebhinnekaan.

Kini setelah pengaruh mereka terlanjur kuat dan menguasai seluruh sektor penting, termasuk organisasi-organisasi profesi dan organisasi keulamaan, bahkan institusi penegak hukum, dan setelah mengalahkan kualitas ormas-ormas Islam mainstream dan mengungguli militansi para kadernya, bingung kalang kabut.

Polarisasi antara kelompok yang beragama secara sadis dan kelompok yang muak secara ekstrem hingga memukul rata tanpa pilah dan pilih kian nyata.

2 periode komunitas ini memberikan dukungan penuh demi mengharapkan pemulihan hak sipil, penegakan hukum yang adil dan perbaikan kondisi namun tak secuilpun terwujud.

Mau menumpas radikalisme? Telat, bos!