TEOLOGI KULINER

TEOLOGI KULINER
Photo by Unsplash.com

"Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” (QS. Abasa : 24).

Ayat ini menganjurkan manusia mengenali kualitas makanannya alias sadar gizi. Makanan dalam pengertian khusus adalah benda yang dikonsumsi demi menghindari kerusakan fisikal dan mencapai kesempurnaan fisikal.

Ayat ini juga menganjurkan manusia memperhatikan hukum halalnya dan lainnya serta menelusuri sumber sah dan cara legal perolehannya. Kata para etikawan, itulah yang mempengaruhi kecenderungan, karakter dan perilakunya.

Dalam pengertian luas, makanan adalah sesuatu yang dikonsumsi demi menghindari kehancuran dan mencapai kesempurnaan fisikal dan metafisikal.

Kata singkat ini menggedor nalar manusia dan mendorongnya untuk mengenali apa pikiran-pikiran yang didownloadnya, validitas dan kebenarannya, efek-efek moral terhadap dirinya dan diri lainnya dan menelusuri sumber dan cara memperolehnya.

Imam Al-Baqir dan Imam Al-Shadiq AS, menjelaskan bahwa makanan dalam ayat ini berarti pengetahuan, “dari mana dia mengambil pengetahuannya .” (Wasa’il, vol. 18, hal. 43, bab 7).

Jelaslah bahwa setiap orang harus peduli terhadap makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, unsur-unsur dan kandungannya. Perhatian ini bisa membuatnya sadar gizi dan sehat serta kuat. Namun bila menjadikan makanan yang di hadapannya sebagai garis start untuk menelusuri proses transformasi atomik, mineral, botani dan biologis hingga garis finish kesadaran kosmologis dan teologis, ia bisa menyingkap cakrawala eksistensi dan sistem penciptaan iluminatif yang transenden dan sistem perfeksi yang immanen.

Inilah kelana quantum jiwa yang meluncur dari sebuah benda di atas meja lalu menembus buana dan jagad raya.

Read more