TERIMA KASIH, BUNG ADE

TERIMA KASIH, BUNG ADE
Photo by Unsplash.com

Setelah menemukan banyaknya yang mengaku relijius tapi sadis akibat tak memahami hakikat agama, kita juga menemukan beberapa orang mengaku nasionalis padahal rasis karena tak mengerti esensi bangsa.

Bila sebuah komunitas digempur stigma general alias "digebyah uyah" dan dihujat tanpa ampun karena ulah beberapa individu didalamnya yang mengklaim keunggulan nasab, maka itu tak berarti individu-individu tertentu dalam komunitas lain boleh mengklaim keunggulan etnis, rasial dan tribal.

Paragraf di atas didasarkan pada akal sehat saja dan moral global. Tak perlu dilengkapi dengan ayat dan hadis berisi anjuran mengikuti keluarga Nabi juga anjuran menghormati keturunannya yang baik demi menghormati Nabi atau memperlalukan mereka secara adil sebagaimana manusia dan warga lainnya karena menghentikan kampanye non stop anti Arab saja sudah lumayan.

Bertahan saja di tengah kepungan kebencian intensif selama beberapa pekan belakangan terlalu berat. Karenanya, tidak sedikit individu dari kalangan keturunan Arab yang tulus berwawasan nasionalis berinsiatif memberikan beberapa tulisan dan tayangan klarifikasi dengan mengabaikan semua risiko. Diam, dicemooh. Menanggapi, tetap dihujat.

Guna membantah atau, paling tidak, mengimbangi opini masif yang disemburkan para penyebar provokasi sektarian dan kebencian kepada seluruh habib, seluruh keturunan Arab bahkan semua orang dari etnis Arab dengan aneka hinaan dan hujatan, mungkin mengutip ajaran agama tentang kesetaraan kali kurang pas agar Islam yang diasosiasikan dengan tidak diseret-seret dan justru terkena cemooh.

Maksud hati ingin mengatakan silakan hujat seluruh keturunan Arab bila merasa harus melakukannya, tapi mohon tidak menghujat Islam. Tapi apa mau dikata? Toh, sejak gelombang hujatan rasial kepada habib, keturunan Arab dan semua orang Arab di atas muka bumi melanda media sosial, hujatan terhadap agama Islam mulai seliweran di lini masa aneka platform dengan sebutan gurun, onta, biadab dan sebagainya.

Padahal lebih efektif bila suara-suara tanggapan proporsional datang dari figur terkemuka dari kalangan non keturunan Arab yang bisa menghadirkan ragam bukti otentik tentang peran historis mereka sebelum dan setelah kemerdekaaan demi mengurangi jumlah korban yang disambar fitnah dan hinaan-hinaan itu. Sayang sekali tak banyak atau belum ada yang berkenan melakukannya.

Di tengah penantian datangnya suara adem dari petinggi negara sebagai upaya meredakan ketegangan ini, Ade Armando, figur free thinker yang kerap dihujat liberal, sesat bahkan murtad tampil menangkal hoax dan info palsu yang disusun dengan muslihat.

Ade dengan nurani seorang idealis menangkap kecemasan akibat kutukan medsos yang menyiksa batin seluruh keturunan Arab, terutama yang tak sepemikiran dengan beberapa individu keturunan Arab yang memperlihatkan sikap negatif di panggung publik. Ade Armando mewakili hati nurani mayoritas keturunan Arab habib dan non habib dalam uraian lugas di video bertajuk "Stop Membenci dan Menghina Keturunan Arab!"

Narasi bernas akademisi yang suka bicara blak-blakan ini di channel Cokro TV beberapa waktu lalu mestinya cukup memahamkan bahwa terbentang jalan tengah moderasi. Di jalan tengah inilah mayoritas keturunan Arab menegaskan keindonesiaannya dalam integrasi, partisipasi dan kontribusi bersama seluruh elemen bangsa tanpa hiruk pikuk. Mereka bukan hanya keturunan Arab di Indonesia, tapi anak bangsa Indonesia.

Terimakasih Bung Ade.

Read more