TERMINAL BUS

TERMINAL BUS
Photo by Unsplash.com

Saat berada di terminal pikirannya berbalik menembus waktu membuka memori lama.

Dulu masih bocah saat berusia 6 tahun sering pergi sendirian ke terminal bus dan duduk berjam-jam di sana demi menanti sosok pria yang konon ayahnya... Tapi tak juga muncul.

Karena iri melihat sepupu-sepupunya yang berayah dan beribu, dia berangan ada penumpang yang mengangkatnya sebagai anak.

Karena tak ada yang merasa iba melihat bocah dekil itu, dia ingin salah satu sopir bus memberinya tumpangan gratis menuju suatu kota.

Karena khayalan itu tak terwujud, dia bercita-cita jadi kenek (kernet, dalam bahasa Jawa- belum ada riset serius tentang dasar filologi kata ini). Baginya, profesi itu adalah simbol kebebasan dari semua pertanyaan yang menyesaki kepalanya saat itu.

Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong bocah itu merenungi hidup yang kusam menguak misteri di balik puing-puing sejarah kehadirannya. Sampai sekarang di usia senjanya dia tetap dekil dalam kelananya...

Tak ada yang perlu diratapi. Tak ada yang salah. Derita demi derita menciptakan lompatan kesadaran. Tuhan maha adil.

Read more