Dari pengumuman DCT (Daftar Calon Tetap) KPU yang dimuat secara eksklusif oleh Republika hari Kamis (karena memenangkan tender pembelian hak mengumumkannya), “harapan” agar namaku tercoret, karena dianggap tidak memenuhi salah satu syarat, kandas. Apa mau dikata?!
Dari 40 lebih comment yang masuk, aku simpulkan bahwa prosentase dukungan terjun ke dunia politik sedikit di atas penentangan. Karena itu, aku putuskan tetap maju dengan bantuan doa orang-orang yang sudi membantuku memegang tanggungjawab yang super berat dan sensitif ini.
Bedanya, aku tetap jadi caleg dan tidak menarik diri dari pencalonan, tapi tidak akan berkampanye sebagaimana caleg umumnya sambil berangan-angan banyak pemilih yang salah coblos nama dan fotoku. “Terpilih, aku akan bersyukur. Tidak terpilih, aku akan bersyukur.”
Yang jelas, demi Allah, aku tidak akan mengeluarkan uang untuk mengais dukungan publik di daerah pemilihan (dapil)-ku di Jember dan Lumajang. Apalagi memang tidak tersedia.
Menurutku, menjadi koruptor tidak memerlukan tempat khusus seperti gedung pemerintah atau DPR. Perbuatan buruk hanya memerlukan keinginan pelaku dan satu syarat lagi: meragukan hari pembalasan.
Korupsi (secara kebahasaan adalah tindakan merusak) tidak hanya mengambil objek uang, tapi lebih luas dari itu. Area hawa nafsu tidak terbatas di sekitar Senayan, tapi dalam setiap inci dalam dunia. Karena itu, siapapun bisa menjadi baik atau sebaliknya betatapun tidak memiliki uang, jabatan dan ketenaran. Caleg, leg atau selainnya berpeluang untuk menjadi baik karena kehendaknya, begitu pula sebaliknya.
Aku sampaikan terimakasih kepada semua pengunjung yang telah memberikan apresiasi baik berupa sikap setuju maupun tidak setuju.