Wajahnya unik karena tidak “merepresentasi” ras Aria yang subur cambang. Namanya tidak pernah tenggelam dan senantiasa menjadi muara konstelasi politik Iran pasca Shah. Harus diakui, ia merupakan salah ikon penting dalam sejarah Republik Islam Iran. Ketika para tokoh senior Revolusi Islam Iran berguguran, seperti Hosein Beheshti, Mortadha Mothahhari, Ali Rajai dan lainnya wafat secara bergantian akibat teror bom, ia lolos, ia malah melesat sendirian. Media massa kerpa menjulukinya sebagai “The Smiling Molla” dengan seabrek pujian dan umpatan.
Politikus plus molla yang juga dijuluki The Godfather ini flisible dan memiliki insting dan penciuman yang tajam. Sejumlah idenya, termasuk tentang penghentian perang 8 tahun dengan Irak, dapat diarasakan manfaatnya hingga saat ini. Namun, itu tidak berarti ia bebas kritik karena sejumlah kebijaksanaannya.
Mungkin karena pandangannya yang pragmatis, ulama yang beberapa tahun lalu menyandang gelar Ayatollah ini selalu dinamis dan tidak mudah diprdiksi. Arah dan pandangan politiknya kadang kaku dan kadang pula lentur. Karena itu, ia berhasil menempati posisi-posisi penting. Seluruh jabatan prestesius secara bergantian menghinggapi pundaknya, anggota Dewan Revolusi, Ketua Parlemen (dua periode) hingga Presiden (dua periode). Kini dua jabatan super penting digenggamnya, Ketua Dewan Penentu Kemasalahtan (semacam DPA) dan Ketua Dewan Ahli. Namun demikian, jejak dan pengaruhnya dalam percaturan politik Iran menjadi sekadar simbolik.
Hashemi Rafsanjani terpilih sebagai Presiden keempat, setelah Presiden Ali Khamenei terpilih sebagai Rahbar. Kanan menguasai 3 lembaga negara. Mohamad Yazdi, yang sangat kanan, memegang lembaga yudikatif, Nategh Nouri mengendalikan Parlemen dan Hashemi Rafsanjani memegang lembaga eksekutif secara penuh selama 8 tahun.[1] Secara penuh. Kaum mulla kiri tersingkir dari arena politik.
Rekonstruksi. Kubu bazar mendapatkan angin dan menjadi kelompok yang paling ‘dimanjakan’. Para veteran (pasadaran, basij) perang Irak-Iran, terutama yang menyandang cacat permanen diabaikan[2]. Meski situasi ekonomi tidak membaik, rakyat Iran masih memberikan kesempatan kedua kepada Rafsanjani.
Rafsanjani pada periode kedua menjadi sangat liberal, termasuk menjalin kontak rahasia dengan Barat, bahkan CIA (Iran Kontra)
Berikut tabel sejumlah kebijaksanaan pemerintahan Rafsanjani:
Ekonomi
- Menetapkan peraturan perburuhan yang dipermudah untuk membuka kesempatan bagi masuknya investor asing dan membangun kerjasama (hutang) dengan lembaga-lembaga keuangan dunia, seperti IMF dan Bank Dunia.
- Membangun infrastruktur seperti listrik, sarana umum, sekolah dan rekonstruksi kota-kota yang hancur akibat invasi Irak dengan pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan internasional, sepeti IMF, World Bank dan lainnya.
- Mengubah orientasi ekonomi pemerintah ke ekonomi publik (swasta), seperti mencabut subsidi pangan, pendidikan dan lainnya. Langkah ini cukup membebani rakyat yang sudah terbiasa dengan subsidi.
- Membuka kawasan perdagangan bebas di pulau Kish, Gheshm dan Cabahar
Politik:
- Membangun sikap politik luar yang lunak dan menekankan pentingnya kerjasama dengan Eropa
- Mencabut dukungan fiansial, moral dan militer dari organisasi-organisasi oposisi politik di negara-negara Islam, dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara Islam yang pada masa itu sangat repseif terhadap gerakan Islam.[3]
- Mengaktifkan keanggotaannya di lembaga-lembaga formal internasional, seperi PBB, OKI, Non-Blok, OPEC dan lainnya.
- Bersikap pasif dalam Perang Teluk I. Tidak menunjukkan kecaman yang nyata terhadap agresi AS dan sekutu di Afghanistan dan Irak.[4]
Sosial:
- Menghapus simbol-simbol perjuangan (invasi Irak), tidak memberikan prioritas pelayanan kepada veteran perang dan keluarga para martir yang gugur dalam melawan invasi Irak.
- Melemahkan Pasdaran (Pasukan Pengawal Revolusi), Komite Revolusi Islam dan satuan-satuan semi-militer yang pada masa invasi Irak sangat loyal kepada Imam Khomeini dan Revolusi.
- Memberi kelonggaran kepada praktik-praktik kultural dan moral, seperti hijab, musik, olahraga dan pergaulan
- Memberikan kekuasaan dan posisi strategis kepada para teknokrat lulusan Barat dan mengabaikan para veteran perang
- Membentuk kelompok elit patron pendukung pemerintah atas nama pendukung pembangunan, seperti Jaringan Pengabdi Pembangunan (semacam Golkar pada masa orde baru).
- Menggalakkan kampanye pembatasan populasi reproduksi (seperti KB) dengan sejumlah kebijaksanaan seperti mengenakan biaya tambahan terhadap kelahiran anak ketiga dan pengapusan biaya bagi vasektomi dan sebagainya.
- Membiarkan kaum nasionalis dan liberalis menguasai lembaga-lembaga pendidikan, terutama universitas-universitas.
Kebijaksaan-kebijaksanaan ini selama 8 tahun telah menimbulkan kekecewaan massal terhadap kubu kanan yang dianggap gagal memperbaiki keadaan. (dikutip dari buku Ahmadinejad, David di Tengah Angkara Goliath, Penerbit Hikmah-Mizan)
[1] Rafsanjani, sebelum naik ke kursi kepresidenan, dan beberapa politisi berhasil meloloskan gagasannya untuk meniadakan jabatan perdana menteri (yang saat itu dipegang oleh pendukung kubu kiri, Mir Hosein Mousavi).
[2] Fenomena marginalisasi para veteran perang ini sempat diangkat ke layar lebar dalam film kontroversial berjudul Azanze Shishei. Film yang mirip dengan Born In Fourth of July –nya Oliver Stone ini dengan gamblang mengungkap kekecewaan terhadap program liberalisasi ekonomi dan industrialisasi di era Presiden Rafsanjani.
[3] Pemerintah Orde Baru pada selama beberapa tahun menjaga jarak dengan Iran seiring dengan maraknya gerakan-gerakan Islam yang menjadikan Revolusi Islam sebagai inspirasi perjuangan.
[4] Saat itu muncul suara lantang dari kalangan kanan yang mendesak agar Iran melupakan dendam lama dan segera melibatkan diri dalam pertempuran melawan AS dan sekutunya di Irak.