TOLERANSI BERBAYAR

TOLERANSI BERBAYAR
Photo by Unsplash.com

Sebagian orang atau kelompok teriak lantang mengaku toleran terhadap agama lain dan mengklaim palling NKRI, tapi intoleran terhadap mazhab lain bahkan terhadap ormas lain.

Diskriminasi tak harmonis dengan toleransi. Mestinya toleransi bersumber dari kesadaran rasional. Karena itu, ia mestinya bersifat proporsional, moderat dan fair, tidak malah diskriminatif.

Yang mereduksi toleransi adalah pragmatisme dan oportunisme, yaitu sikap toleran yang didasarkan pada keuntungan jangka pendek. Kelompok tertentu yang berada dalam posisi sosial yang lebih lemah mendapatkan perlakuan toleran karena dianggap atau diharapkan secara ekonomi dan politik atau lainnya. Sedangkan kelompok serupa lain yang diperlakukan secara intoleran dan diskriminatif karena dinilai merugikan secara apapun.

Bila mencermati dengan seksama kasus-kasus diskriminasi dan intoleransi serta reaksi terhadapnya dalam level elit politik dan elit agama, maka prilaku yang mencerminkan toleransi setengah-setengah ini mudah ditemukan. Meski benderang, nyaris tak ada yang berani mengkritiknya.

Selama beberapa tahun dalam upaya penyelesaian sebuah kasus kekerasan sektarian dan intoleransi yang menyengsarakan sejumlah warga, tak sedikit uang menjadi salah satu syarat pelicin. Meski demikian, kasusnya tak terselesaikan. Aktor intelektualnya sehat wal afiat dan tetap rajin menyebarkan ujaran kebencian. Para korbannya tetap melanjutkan kisah kesengsaraan.

Read more