TREND ASYURA

TREND ASYURA
Photo by Unsplash.com

TREND ASYURA

Banyak orang enggan mengenang Asyura dan Karbala bukan karena kebencian atau terinfeksi takfirisme, tapi karena menolak konsekuensi spiritual, mental, sosial dan individualnya.

Mereka mungkin mengaku menghormati Al-Husain tapi tak ingin mengubah pola pikir, pola prilaku dan mindsetnya yang tercangkok lama.

Bagi mereka, tragedi Karbala hanyalah sebuah fragmen sejarah yang telah berlalu. Bagi mereka, mengenangnya berarti meratapi sebuah museum derita yang hanya menghidupkan dendam dan kebencian. Karena itu, meski mengaku menghormati kepahlawan Al-Husain dan para martir yang gugur bersamanya, mereka menganggap memperingati Asyura adalah perbuatan sia-sia bahkan irrasional.

Karena bagi mereka, Al-Husain hanya sebuah sosok dan karena Karbala tidak lebih dari sebuah ladang genosida masa silam yang harus dilupakan supaya bisa bebas dari trauma dan supaya manusia hidup tenang, aman dan nyaman.

Tapi bila memandang peristiwa Karbala secara holistik sebagai epos laga kebenaran – kepalsuan, keadilan – kezaliman dan kejujuran – keculasan, maka 10 Muharam akan menjadi memontum reloading spirit Husainisme -sebagai simbol kemanusiaan yang terus mengilhami gelora para pecinta kebenaran dan keadilan.

Memang, dalam peringatan Asyura ada ritus-ritus khas seperti pembacaan narasi Karbala yang amat memilukan. Air hangat yang membasahi pipi orang-orang yang mengenangnya itu dipompa dari kalbu penuh cinta, cinta keadilan, kemerdekaan dan kejujuran serta keberanian.

Orang-orang rapuh menangis karena ketidakberdayaan. Orang-orang tangguh menangis karena empati. Pecundang menangis karena takut. Kesatria menangis karena tekad mengutamakan kemuliaan atas ketentraman, kemerdekaan atas keamanan dan keadilan atas kesejahteraan.

Asyura memang bukan untuk orang-orang lemah jiwa. Karbala hanya diperingati oleh orang-orang yang menjadikan peringatannya sebagai proses katarsis demi mentransformasi duka menjadi gelora, agar hidup tak hanya diisi dengan makan, minum, tidur dan tertawa.

Asyura memang beda!

Read more