TUHAN ANTARA "TAK MAMPU" DAN "TAK MAU"

TUHAN ANTARA "TAK MAMPU" DAN "TAK MAU"

Kalangan teolog terlibat dalam polemik sengit yang membelah mereka dalam dua koalisi besar tentang beberapa isu.

Salah satu isu yang menjadi sengketa abadi adalah ketakterbatasan kekuasaan (kemampuan) Tuhan dan hukum akal yang menetapkan yang mungkin dan tak mungkin dilakukan oleh Tuhan.

Perdebatan teologis tentang batasan kekuasaan Tuhan dan peran logika manusia dalam memahami-Nya terbagi menjadi dua perspektif utama: pandangan konservatif (yang menekankan kekuasaan mutlak Tuhan; dan pndangan progresi yang menekankan konsistensi hakikat Tuhan.

Kubu konservatif menganggap penerapan hukum akal (logika dan filsafat) dalam isu ketuhanan sebagai kelancangan manusia yang mencoba membatasi kekuasaan dan kehendak Tuhan karens bermuara kepada penafianNya.

Kubu konservatif, karena meyakini kehendak mutlak dan kemampuan tak terbatas Tuhan, mengafirmasi kesewenang-wenanganNya untuk menetapkan siapapun sebagai bahagia dan beruntung atau celaka dan sial, sebagai penghuni neraka dan penghuni sorga siapapun atas kehendakNya.

Kaum konservatif mengajukan sejumlah argumen. Antara lain:

  1. Kekuasaan Tuhan mencakup hal-hal yang kontradiktif secara logika (misal: menciptakan "lingkaran persegi"), karena kehendak-Nya mendefinisikan realitas.
  2. Pengetahuan tentang Tuhan berasal dari wahyu ilahi melalui teks yang dipahami secara literal, bukan logika manusia. Membatasi Tuhan dengan logika merupakan kesombongan manusia.

Sedangkan kubu progresif menuduh pandangan tentang tak berlakunya hukum akal sebagai penyebab lenyapnya pengetahuan manusia tentang Tuhan karena menolak ketentuan ogika dan filsafat tentang hal-hal yang pasti, tidak pasti dan pasti tidak dilakukan oleh Tuhan.

Kubu ini berpandangan bahwa kehendak dan kekuasaan serta pengetahuan Tuhan tidak dibatasi oleh manusia dengan hukum akal namun dibatasi oleh kemahadilanNya dan kemahabijaksanaannya sendiri.

Atas dasar itu, diyakini bahwa Tuhan tidak mungkin menetapkan siapapun sebagai penguhi sorga dan bernasib bahagia dan lainnya sebagai penghuni neraka dan bernasib celaka tanpa alasan atau sebelum terbukti melakukan perbuatan-perbuatannya sebagai balasan dan imbalan.

Singkatnya, menurut kubu ini, tindakan Tuhan konsisten dengan sifat-Nya yang hakiki (keadilan, kebijaksanaan, kebaikan). Ini bukan pembatasan eksternal, melainkan bagian dari esensi-Nya. Karena itu, Tuhan tidak mungkin bertindak tidak adil, seperti menghukum orang tak bersalah atau memberi pahala pada pelaku kejahatan tanpa alasan. Dan karena itu pula, kehendak Tuhan mesti selaras dengan akal sehat. Tuhan memerintahkan apa yang secara intrinsik baik, selaras dengan kebenaran rasiona dan moral yang telah tertanam dalam akal sehat (fitrah)

Kaum progresif mengajukan sejumlah argumen. Antara lain :

  1. Koherensi Logika. Logika adalah dasar pengetahuan manusia sebagai hewan rasional. Tanpa logika, pengetahuan manusia tentang Tuhan mustahil diperoleh. Bila tak diketahui, interaksi terputus.
  2. Konsistensi Tuhan. Hakikat Tuhan tidak berubah; Ia tidak mungkin berdusta (dalam Kristen) atau bertindak melawan keadilan-Nya (seperti konsep ‘Adl dalam Islam).
  3. Keniscayaan Etis. Semesta yang diatur oleh kesewenang-wenangan ilahi akan merusak kepercayaan pada karakter moral Tuhan.

Pertimbangan Filosofis

  1. Kemahakuasaan. Bisakah Tuhan melakukan segala hal, termasuk hal yang mustahil secara logika? Kaum konservatif mungkin setuju; tapi kaum progresif berargumen bahwa tindakan absurd (misal: menciptakan "lajang yang sudah menikah") bukanlah bentuk kekuasaan yang bermakna.
  2. Masalah Keburukan
    Kaum konservatif mungkin mengaitkan kejahatan dengan kehendak ilahi yang tidak terjangkau. Kaum progresif berargumen Tuhan mengizinkan kejahatan hanya dalam kerangka yang adil (misal: kebebasan berkehendak atau pembentukan jiwa).

Implikasi teologis

  1. Pandangan Konservatif berisiko membuat Tuhan tak terpahami atau dianggap semena-mena, mendekati mistisisme atau fideisme.
  2. Pandangan Progresiif berisoko antroposentrisme dengan memproyeksikan etika manusia pada Tuhan, berpotensi membatasi transendensi-Nya.

Implikasi Etis
Jika perintah Tuhan bersifat sewenang-wenang (pandangan konservatif), moralitas menjadi tidak stabil. Jika Tuhan terikat keadilan (progresif), moralitas mendapat dasar objektif.

Implikasi Antroppologis
Pandangan progresif memungkinkan teologi rasional. Pandangan konservatif mengutamakan doktrin yang kontradiktif dengan logika dan hanya menyediakan teologi doktrinal.

Read more