Skip to main content

Orang-orang yang kebetulan miskin dan lemah sebagainya berharap yang miskin jadi kaya, yang lemah jadi kuat dan seterusnya, namun pada kenyataannya yang kuat, yang kaya, yang justru sering menang. Orang-orang yang merasa berkelakuan baik dan berkeyakinan benar mengharapkan kemenangan, kesejahteraan dan sebagainya, tapi faktanya orang-orang yang mereka anggap zalim, jahat dan salah kerap jaya, aman bahkan makin sejahtera.

Menghadapi fakta menyakitkan ini, orang-orang bertuhan, yang rata-rata miskin, lemah dan dizalimi dan selalu mengharapkan Tuhan membantu mereka punya beragam cara dan alasan untuk menenangkan diri.

Bila dalam kasus-kasus tertentu, yang menang adalah yang dizalimi, sebagian orang yang bertuhan langsung menkonfirmasi sebagai pertolongan Tuhan sebagai efek dari doa, perbuatan baik dan keyakinan benar mereka. Kelompok kerap memuji Tuhan dan berucap Haeluya, Alhamdulillah atau Thank’s God, Puji Tuhan dan sebagai ekspresi syukur.

Bila harapannya kandas, sebagian (besar) mereka menganggap itu sebagai takdir atau ketentuan absolut Tuhan yang tak bisa ditolak dan diprotes seraya meyakini menerima ketentuan absolut itu sebagai keberserahan yang merupakan kepatuhan dan keimanan juga kesalehan yang akan diganti dengan kebahagiaan hakiki yang tertunda seraya memastikan kemenangan, keunggulan dan kekuatan pihak-pihak yang dianggap jahat dan zalim sebagai kepalsuan yang akan diganti dengan siksa Tuhan yang tertunda.

Sebagian lain menganggap harapan kaum lemah yang tak terwujud sebagai konsekuensi pasti dari tak terpenuhinya syarat-syarat niscaya bagi terwujudnya harapan sesuai hukum kausalitas dan hukum alam.

Sebagian lagi menganggap proses alam yang berlaku dalam hukum kausalitas adalah ketentuan absolut dan permanen atau takdir Tuhan. Kehendak dan harapan yang diekspresikan dalam doa adalah salah satu syarat kausalitas, bukan satu-satunya, yang bila tak sejalan dengan takdir kosmik Tuhan, maka tak terwujud.