TV GORENGAN

TV GORENGAN
Photo by Unsplash.com

Setelah media cetak ambruk, media tv yang kian terancam punah oleh media sosial terutama youtube, berusaha bertahan dengan menjual gorengan. Baginya tak penting berimbang atau tidak, bahkan lebih menguntungkan bila isu yang diangkatnya gambang dan ambigu demi menyisakan kontroversi panjang alias viral yang bisa menaikkan rating dan mengundang iklan.

Industri tv tanpa idealitas justru memilih posisi antagonis karena kebencian sebagian masyarakat kepadanya justru meraih pasar kontranya. Karena itu ia dengan sadar menjadikan figur-figur intoleran, konyol, dan dibenci sebagai narsum langganan.

Kebencian masyarakat kepada para penyinyr dan penggerak aksi-aksi anti Pemerintah itu justru memancing publik sepandangan untuk konsisten menjadikannya sebagai referensi dan publik yang menentangnya untuk selalu mengikutinya karena penasaran.

Sebagai mazhab yang terus dibenci oleh kelompok takfiri yang secara politik diakomodasi oleh tv tersebut, diabaikan oleh mayoritas yang malas tabayyun dan difiskriminasi oleh penguasa yang lebih mengutamakan stabilitas ketimbang penegakan hukum yang adil, Syiah adalah menu yang seksi untuk digoreng oleh industri media yang menganut pragmatisme.

Terlalu benderang untuk disimpulkan bahwa mazhab ini dan para pengikutnya dikepung dari semua arah. Apa mau dikata? Sebenarnya cukup jelas bagi pemerintah bahwa para pembenci Syiah adalah kelompok yang juga membencinya. Sebenarnya nyata sekali bahwa banyak orang tetdidik dari kalangan moderat juga dari kalangan Syiah yang mampu memberikan klatifikasi kepada Pemerintah, masyarakat umum dan media tentang Syiah.

Melihat karakteristik media mainstream yang pragmatis, rasanya sulit terwujud sebuah dialog atau debat fair tentang Syiah saat ini. Koordinasi dan konsolidasi adalah prioritas.

Read more