Skip to main content

UIN Ciputat Tak Luluskan Calon Mahasiswa Tunanetra?

By September 20, 20082 Comments

Wijaya (18), penyandang tunanetra, gagal menjadi mahasiswa Fakultas Tarbiyah (pendidikan) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang, Banten.

Meski sudah lulus Ujian Masuk Bersama (UMB), Wijaya tidak bisa mendaftar ulang. Pihak UIN menyatakan, penderita tunanetra, bahkan buta warna sekalipun, tidak bisa mengenyam pendidikan di Fakultas Tarbiyah.

Ditemui di rumahnya di Jalan Merawan, Pondoklabu, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (18/7), Wijaya mengatakan, dirinya mengikuti UMB dengan seorang pendamping. Pilihan pertamanya adalah UIN Fakultas Tarbiyah Jurusan Bahasa Indonesia. Setelah diumumkan lulus, ia mendaftar ulang, Kamis (3/7). Remaja lulusan SMAN 66, Jakarta Selatan, ini juga membayar uang pendaftaran Rp 1.850.000 melalui rekening bank.

Dengan membawa semua berkas pendaftaran, Jamal, kakak Wijaya, hendak mendaftar ulang dan menyampaikan bahwa adiknya adalah penyandang tunanetra. Mendengar pernyataan Jamal, panitia pendaftaran UIN mengatakan akan membicarakan lebih dulu dengan pimpinan UIN. Sore harinya, Jamal dihubungi pihak UIN untuk mengambil uang pendaftaran yang sudah disetor dan Wijaya dinyatakan tidak bisa mendaftar ulang. “Sempat down juga sih, tapi mau bilang apa lagi,” kata Wijaya.

Selang beberapa hari, ia bercerita kepada pengurus Yayasan Mitra Netra (YMN), sebuah yayasan yang bergerak di pengembangan tunanetra. Menurut Kabag Humas YMN, Aria Indrawati, UIN seharusnya tidak langsung menolak pendaftaran Wijaya, namun membicarakan lebih dulu dengan keluarganya. “Padahal ada mahasiswa semester dua di Fakultas Tarbiyah yang juga tunanetra, namanya Rafiq Akbar, lalu kenapa Wijaya ditolak,” ujarnya di kantor YMN, Lebakbulus, Jaksel, kemarin.

Menurut Aria, Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia yang dipilih Wijaya bukanlah jurusan teknik yang membutuhkan visual dalam belajar.Sebagai bukti, lanjut Aria, banyak guru tunanetra yang mengajar siswa normal. “Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), ada mahasiswa yang praktikumnya mengajar di SMAN 66 dan terbukti bisa. Banyak juga yang bisa mengajar bahasa Inggris, bahkan menjadi dosen,” katanya.

Pengajar tunanetra, kata dia, juga bisa mengajar menggunakan program Power Point. Sebab teknologi komputer bersuara telah berkembang pesat dan diserap para penyandang tunanetra.

Atas kejadian ini, Direktur YMN telah melayangkan surat ke Rektor UIN Selasa (15/7) lalu. Hingga kini YMN masih menunggu balasan surat dari Rektor UIN mengenai keputusan penolakan Wijaya.

Kini terhitung ada empat mahasiswa tunanetra yang tengah studi di UIN. Kepala Bagian Akademik UIN, Marzuki Mahmud, mengatakan kejadian ini adalah kesalahpahaman semata, bukan penolakan. “Dia kan daftar melalui UMB, kami tidak tahu sama sekali kalau yang bersangkutan tunanetra,” ujarnya di kantornya kemarin.

Menurut Marzuki, ia hanya menjalankan kebijakan rektorat sejak 2007, yakni syarat masuk Fakultas Tarbiyah tidak boleh buta warna apalagi buta total. Setelah mengetahui Wijaya tunanetra, ia merundingkannya dengan pimpinan rektorat dan memutuskan untuk tidak menerimanya. Sedangkan di fakultas lainnya, pihak UIN mempersilakan mahasiswa tunanetra untuk kuliah.

“Bahkan tahun lalu, lulusan terbaik dari Fakultas Dakwah adalah seorang tunanetra,” ujarnya.

Kendala yang dihadapi UIN dalam mengajar mahasiswa tunanetra di Fakultas Tarbiyah adalah soal teknis. Dikhawatirkan, pendidikan menjadi tidak optimal karena harus selalu didampingi saat menjalani mata kuliah yang butuh kemampuan visual. Marzuki mengatakan, di kampus lain seperti UNJ dan Universitas Indonesia (UI), dosen, sarana, dan prasarana sudah siap untuk mengajar tunanetra. Sedangkan di Fakultas Tarbiyah UIN belum siap.

Marzuki menambahkan, pihak UIN telah menyarankan Wijaya untuk mendaftar di fakultas lain, namun Wijaya tetap ingin di Fakultas Tarbiyah. Marzuki juga membantah saat ini ada mahasiswa tunanetra yang belajar di Fakultas Tarbiyah. “Anak itu sudah lulus sejak lama, sekarang sudah tidak ada lagi mahasiswa tunanetra,” ujarnya. Ia membenarkan bahwa YMN melayangkan surat ke Rektor UIN. Namun, pihak kampus berharap bisa bertemu langsung dengan Wijaya untuk membicarakan masalah tersebut. (Kompas)