"UMAT MINUS UMAT"

"UMAT MINUS UMAT"

Agama demi agama muncul meramaikan sejarah peradaban manusia.

Setiap agama mestinya membentuk satu umat sebagai kumpulan penganutnya karena ajarannya untuk person dan kumpulan person.

Nyatanya, yang muncul adalah ragam umat yang masing-masing membuat definisi tentang umat penganutnya dan mereduksi pengertian umat yang semula mencakup semua pengikut dalam unit sosial formal yang semula hanya wadah lalu berubah menjadi kumpulan dengan identitas bonsai, eksklusif, feodalistik, bahkan kadang hegemonik.

Mereka kadang justru lebih gigih dan serius mempertahankan eksistensi dan identitas perkumpulan buatan ini daripada identitas otentik keumatan yang otentik dan natural, karena mungkin umat seagama terlalu luas dan identitasnya bersifat abstrak sehingga sulit dipimpin atau dikendalikan untuk dijadikan modal meraih kekuasaan oleh para pemukanya.

Yang aneh, identitas agama ditipiskan dengan alasan toleransi tapi identitas mazhab, apalagi identitas primordial kedaerahan, kesukuan dan sebagainya ditonjolkan. Makin nyaman dengan delusi kebesaran ini, makin percaya diri untuk mengklaim semua kebaikan bahkan keterbaikan untuk mereka sendiri seraya menganggap semua kritik terhadap perkumpulan dan wadah atau individu pemukanya sebagai penistaan terhadap agama, intoleran dan semacamnya.

Karena itu, tak mengherankan agama ini sejak dianut tidak pernah di manapun menjadi ajaran yang mempesatukan para penganutnya, malah sebaliknya, menjadi sengketa abadi mereka.

Read more