BAGIAN PALING JUJUR DALAM DIRI
Kita mungkin sering menganggap seseorang yang melakukan sesuatu yang nyata buruk sebagai bodoh. Anggapan bisa dianggap problematik karena banyak orang cerdas bahkan berpendidikan tinggi melakukan perbuatan buruk, bahkan kejahatan.
Pada dasarnya mengenali baik dan buruk tak memerlukan kepandaian atau kecerdasan tinggi seolah kebodohan atau tingkat pendidikan yang rendah menjadi alasan pembenaran.
Tuhan telah menginstall semacam siftware bak BIOS dalam diri setiap insan tanpa kecuali bernama "basirah". Allah berfifman, "Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.
Ayat ini ditafsirkan secara mendalam dalam kitab tafsir Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran karya Allamah Muhammad Husain Tabatabai.
Dia menjelaskan bahwa manusia memiliki pengetahuan yang cukup tentang baik dan buruknya perbuatannya. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap diri mereka sendiri, serta memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang tindakan mereka sendiri. Manusia secara fitrah memiliki kecenderungan dan naluri untuk memahami akibat dari perbuatan mereka.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki pengetahuan batiniah yang merupakan cahaya fitrah yang Allah berikan kepada setiap insan sehingga mereka mampu membedakan antara kebenaran dan kesesatan, antara kebaikan dan keburukan. Manusia memiliki kesadaran moral yang memungkinkan mereka menilai perbuatan mereka sendiri dengan jelas.
Allamah Tabatabai juga mencatat bahwa meskipun manusia memiliki pengetahuan yang cukup tentang diri mereka sendiri, mereka seringkali berupaya menemukan alasan atau pembenaran atas tindakan-tindakan buruk mereka. Namun, kebenaran dan pengetahuan tentang diri sendiri tidak dapat disangkal, karena manusia akan selalu memiliki kesadaran dan kebenaran di dalam diri mereka.
Ayat ini menekankan pentingnya kesadaran, pengetahuan diri, dan tanggung jawab moral setiap individu terhadap tindakan dan perbuatan mereka. Manusia memiliki kapasitas untuk memahami dan menilai tindakan mereka sendiri, serta bertanggung jawab atas amal perbuatan mereka di hadapan Allah SWT.
Dalam epistemologi Mulla Sadra yang dijelaskan ulang dan dikembangkan oleh Allamah Tabatabai pengetahuan fitriah ini disebut "ilmu yang hadir" dan ilmu ladunni.
Ilmu Hudhuri adalah konsep yang sangat penting dalam epistemologi (ilmu pengetahuan) dalam pemikiran Mulla Sadra, seorang ahli filsafat dan teolog Islam Persia abad ke-17. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Allamah Tabatabai, seorang pemikir Muslim terkemuka abad ke-20.
Ilmu Hudhuri (Hudhuri Knowledge Menurut Mulla Sadra, Ilmu Hudhuri adalah jenis pengetahuan yang diperoleh secara langsung melalui "Hudhur", yaitu kehadiran atau kesadaran langsung dari objek yang diketahui. Dalam konteks ini, individu tidak hanya "mengetahui" objek, tetapi juga "menghadiri" objek tersebut secara langsung dalam proses pengetahuan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui Ilmu Hudhuri begitu mendalam dan langsung sehingga individu merasakan keberadaan objek secara nyata.
Epistemologi Mulla Sadra menekankan bahwa pengetahuan sejati hanya dapat diperoleh melalui intuisi dan pemahaman batiniah yang mendalam, bukan hanya melalui penalaran atau sensori. Dalam pemikirannya, imajinasi, intuisi, dan wahyu menjadi hal-hal yang ditekankan sebagai metode akses terhadap pengetahuan yang paling dalam. Ilmu Hudhuri dilihat sebagai salah satu bentuk tertinggi dari pengetahuan ini karena melibatkan kesadaran langsung dan kehadiran aktual dari obje. Inilah yang disebut Seinta Sacra.
Menurut Tabatabai, Ilmu Hudhuri adalah bentuk pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman langsung dan kesadaran pribadi yang mendalam, bersumber dari wahyu dan inspirasi ilahi. Ia menekankan pentingnya hubungan subjek dengan objek dalam proses pengetahuan ini, di mana objek tidak hanya dipahami secara penalaran, tetapi juga "dihadiri" secara langsung melalui kesadaran tertinggi. Inilah yang dalam al-Quran disebut basirah.
Dalam keseluruhan, konsep Ilmu Hudhuri dalam perspektif epistemologi Mulla Sadra yang dikembangkan oleh Tabatabai menggambarkan pentingnya kesadaran langsung dan kehadiran objek dalam proses pengetahuan. Konsep ini menekankan bahwa pengetahuan yang lebih dalam dan sejati dapat diperoleh melalui pengalaman langsung, intuisi, dan pemahaman batiniah yang mendalam.
Dengan demikian, Ilmu Hudhuri merupakan upaya untuk mencapai pemahaman yang mendalam dan penuh makna tentang realitas, tidak hanya melalui penalaran rasional atau sensori, tetapi juga melalui pengalaman batiniah dan wahyu ilahi.