DALILNYA MANA?!
Kebanyak orang menganggap ceramah atau tulisan sebagai sohih karena memuat ayat suci dan hadis. Bila tak memuat banyak teks, apalagi sama selaki tidak mengutipnya dianggap asal ngomong atau asal nulis. Beberapa komentar di channel youtube saya mengilustrasikan sikap mainstream itu. Sebagian besar celotehnya sama : "Mana dalilnya?"
Sebagai orang yang tumbuh sejak kanak dalam lingkungan pendidikan agama alias pesantren mestinya mengutip teks berbahasa Arab bukanlah sesuatu yang sulit dan bisa dilakukan secara spontan demi memenuhi selera pasar. Tapi saya tak memilihmya demi mengubah struktur penalaran invalid sebagai produk sistem anti logika sepanjang sejarah.
Fenomena ironis ini menunjukkan adanya pemahaman yang terbatas atau terbatas pandangan terhadap definisi atau pengertian yang sesungguhnya dari konsep "dalil" dalam konteks agama Islam. Padahal dalil" tidak hanya terbatas pada teks ayat Al-Qur'an dan hadis, dan ijma' namun juga mencakup berbagai sumber lainnya seperti akal berupa deduksi juga induksi menurut Syiah dan qiyas juga istihsan menurut Sunni.
Secara etimologis"dalil" berasal dari kata dasar "dalalah", yang berarti petunjuk atau bukti. Secara harfiah, "dalil" mengacu pada sesuatu yang digunakan sebagai petunjuk atau indikasi untuk membuktikan atau mengarahkan pada suatu kebenaran atau pemahaman tertentu.
Secara terminologis, dalil alam konteks Sunni, "dalil" merujuk pada argumen atau bukti yang digunakan dalam ilmu ushul fiqh dan fiqh untuk mendukung penentuan hukum-hukum agama. Sunni mendasarkan dalil mereka pada empat sumber utama:
- Al-Qur'an: Teks suci umat Islam yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah.
- Hadis: Tradisi dan perkataan Nabi Muhammad yang direkam dan disampaikan oleh para sahabatnya.
- Ijma: Kesepakatan para ulama Sunni mengenai suatu masalah hukum Islam.
- Qiyas: Metode analogi untuk menentukan hukum dalam situasi baru berdasarkan hukum yang sudah ada.
Sedangkan dalil dalam terminologi Syiah terbagi dalam dua bidang. Dalam bidang akidah dalill secara berurutan adalah akal lalu teks ayat suci dan hadis. Dalam bidang fkikih, dalil secara berurutan bagi mujtahid mencakup empat sumber hukum utama, yaitu:
- Al-Qur'an: Tetap menjadi sumber utama hukum Syiah, tetapi penafsiran dapat berbeda dari Sunni.
- Sunnah : Syiah memperhatikan hadis-hadis dari Nabi secara langsung atau melalui para Imam Ahlul Bait, yang dipandang sebagai otoritas hukum tertinggi setelah Nabi Muhammad.
- Akal: Pemikiran rasional dipandang penting dalam memahami dan menafsirkan ajaran agama berupa deduksi dan induksi yang berbasis kalkulus probabilitas menurut sebagian ulama.
Perlu diperhatikan, sebenarnya akal tidak berposisi sebagai sumber hukum agama namun berposisi sebagai sarana istinbath daro Al-Quran dan Sunnah.
- Ijma (dalam beberapa tradisi Syiah): Kesepakatan umat Syiah ketika dikombinasikan dengan otoritas para ulama.
Dalil dalam akidah bagi setiap orang tanpa klasifikasi adalah akal dan teks-teks Al-Quran dan teks-teks yang terkonfirmasi sebagai bersumber dari Nabi dan pribadi suci. Sedangkan dalil dalam bidang fkih bagi non mujtahid alias muqallid atau awam adalah produk ijtihad faqih atau fatwa.
Bagi umat yang telah terbiasa dimanjakan dengan doktrin, pernyataan aksiomatis tetaplah tak bisa diterima karena tak disertai dengan teks yang kerap disebut secara serampangan "dalil" seolah hanya itulah dalil. Padahal teks-teks bisa dipastikan sebagai dalil valid bila lebih dulu disandarkan pada aksioma logis. Akibat mindset yang tertanam secara temurun tersebut, banyak orang, bahkan sebagian yang mengaku sebagai penganut mazhab rasional ini, meremehkan presentasi atau tulisan yang tak ditaburi teks-teks ayat dan ayat.
Yang lebih ironis, sebagian orang tidak hanya membatasi sumber agama pada teks ayat seauai tafsir pilihannya dan hadis dengan jalur sanad pilihan kelompoknya, malah secara sepihak menetapkan dokumen buku sezaman sebagai dasar tunggal afirmasi terhadap fakta masa lalu. Inilah deklarasi obskurantisme yang mengerikan.