VISUALISME

VISUALISME

Di negeri-negara tak berkembang wanita-wanita cerdas dan kompeten secara akademik dan profesional digeser oleh wanita-wanita yang dianggap cantik karena penampilan fisik menjadi syarat utama dalam penerimaan pegawai dan staf di banyak instansi dan perusahaan.

Praktek tersebut bukan hanya merugikan individu yang memiliki kemampuan dan kualitas kerja yang tinggi, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan karena menciptakan kinerja yang buruk bagi perusahaan-perusahaan. Sebuah tempat kerja yang memberikan preverensi bagi nilai-nilai intelektual dan kompetensi akan menjadi lingkungan yang lebih produktif.

Dalam lingkungan sosial pada umumnya fenomena negatif di atas lebih vulgar. Perilaku merendahkan seseorang atau sekelompok orang karena merasa unggul dalam fisik, rupa, dan warna kulit ditampilkan dalam badai iklan kecantikan yang menyemburkan aneka narasi dan doktrin yang mengunggulkan standar keindahan fisik seraya melukiskan penampilan di luar standar sesuai kepentingan perusahaan kosmetik sebagai kemalangan yang perlu direspon dengan membeli glowing agar percaya diri untuk melangkah dan bergabung dalam komunitas yang merona dan elok yang direpresentasi oleh para pesohor yang diplot sebagai model, ikon dan endorser.

Tindakan ini sering kali berakar dari stereotip yang menyatakan bahwa seseorang atau sekelompok orang dengan penampilan tertentu dianggap sebagai standar keindahan atau kesempurnaan fisik, sementara yang lain dianggap lebih rendah atau kurang berharga. Penindasan berdasarkan penampilan dapat menyebabkan konsekuensi negatif pada korban, termasuk penurunan harga diri, stres psikologis, dan ketidakadilan sosial.

Motif terbesar di baliknya adalah eksploitasi kaum bawah yang terus dirawat sebagai pasar konsumerisme.

Bila menghina atau membenci seseorang  atau kelompok orang karena merasa ras unggul adalah rasisme, maka merendahkan seseorang atau sekelompok orang karena merasa unggul dalam fisik, rupa dan warna kulit disebut  body shaming, fat shaming, colorism (diskriminasi warna kulit), atau beautyism (pemihakan atau pemutlakan standar nisbi kecantikan dan keindahan visual).

Pandangan dan perilaku tak manusiawi yang  disebut sebagai "prejudice based on appearance" dalam psikologii Ini mencakup perilaku diskriminatif, stereotip, atau hukuman sosial yang dilakukan terhadap orang berdasarkan penampilan fisik, seperti berat badan, rupa wajah, ukuran tubuh, atau warna kulit.

 

Pandangan dan perilaku ini mudah terjadi di masyarakat yang dipengaruhi oleh standar kecantikan yang sempit dan budaya yang menekankan penampilan fisik. Akar Diskriminasi berdasarkan tampilan fisik dan pemutlakan standar relatif keindahan dan kesempurnaan fisikal adalah mindset materialisme yang memperlakukan apapun yang tak tampak secara material sebagai tiada.

Sebaliknya dalam masyarakat barat yang didominasi ras kulit putih justru penolakan terhadap diskriminasi berdasarkan fisik relatif lebih kuat. Orang-orang cebol, pendek, botak, buncit, sumbing dan sebagainya bisa melejit menjadi tokoh besar dalam perfileman, politik, pendidikan dan sektor lainnya. Tapi dalam beberapa masyarakat yang belum beranjak dari inferiority complex era penjajahan kaum kulit putih Eropa malah sedang giat menerapkan standar keindahan berdasarkan kriteria yang mendekati standar keindahan kaum bule.

Perbedaan dalam pandangan terhadap kecantikan dan nilai fisik di berbagai budaya dapat dipengaruhi oleh sejarah, nilai-nilai budaya, dan standar kecantikan yang berkembang di masyarakat tersebut. Budaya Barat seringkali memiliki pandangan yang lebih inklusif terhadap keberagaman fisik dan biasanya lebih progresif dalam menerima berbagai bentuk dan warna kulit.

Industri media dan hiburan di Barat seringkali memainkan peran penting dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap kecantikan dan nilai fisik. Promosi keberagaman dan representasi yang lebih luas dalam media dapat memberikan contoh positif bagi masyarakat tentang pentingnya menerima dan menghargai perbedaan.

Di negara-negara yang pernah menjalani kolonialisme atau memiliki warisan inferiority complex terhadap bangsa-bangsa Barat, seringkali terjadi pengejaran standar keindahan yang mendekati standar Barat atau "kebule-bulean". Hal ini dapat menciptakan tekanan sosial dan psikologis bagi individu untuk menyesuaikan diri dengan standar tertentu yang mungkin tidak sesuai dengan ciri fisik atau identitas asli mereka.

Berjamurnya tempat pelayanan bedah plastik dan reparasi wajah dan kulit dengan tajuk "klinik estetika" dalam beberapa masyarakat seperti Indonesia dan India memang menunjukkan tren yang menarik terkait pandangan terhadap kecantikan, perawatan kulit, dan reparasi fisik. Berkembangnya klinik estetika dapat mencerminkan pergeseran budaya terhadap peningkatan nilai yang diberikan pada penampilan fisik, kecantikan, dan perawatan kulit. Klinik-klinik ini sering kali menawarkan berbagai layanan yang bertujuan untuk meningkatkan penampilan, memperbaiki ketidaksempurnaan fisik, dan meningkatkan kepercayaan diri.

Media sosial, iklan, dan industri kecantikan seringkali memainkan peran penting dalam meningkatkan permintaan terhadap layanan klinik estetika. Promosi yang agresif dan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan standar kecantikan tertentu dapat mendorong individu untuk mencari solusi melalui perawatan bedah plastik dan reparasi wajah.

Kecantikan sering kali dikaitkan dengan identitas, status sosial, dan kesuksesan dalam beberapa masyarakat. Dalam konteks ini, klinik estetika dapat menjadi tempat yang menjanjikan transformasi fisik dan peningkatan kepercayaan diri bagi individu yang mencari cara untuk memenuhi standar kecantikan yang dianggap ideal dalam masyarakat.

Kita sebagai masyarakat yang sedang berkembang dan bertransformasi menghadapi tantangan dalam menerima dan menghargai keberagaman fisik dengan cara yang sama seperti masyarakat Barat.

Orang-orang yang yang sudah terbiasa menganut logical fallacy dalam memaknai kesempurnaan dan keindahan, umumnya lemah secara intelektual dan rendah secara moral serta cacat secara spiritual. Karena mindset inilah seorang psyco vandali saat menentang pendapat orang lain hanya bisa mencemooh penampilan dan struktur fisiknya yang dianggapnya lebih rendah dari penampilan fisiknya.

Singkatnya, melawan penilaian berdasarkan penampilan dengan mempromosikan kesadaran atas keragaman penampilan dan menghargai nilai-nilai yang lebih dalam daripada sekadar penampilan fisik adalah langkah-langkah beradab dan manusiawi yang mencerminkan pandangan dunia spiritualisme.

Read more