Skip to main content

VONIS MANDUL: DERITA BERLAPIS

By November 22, 2016No Comments

Sudah jatuh ketiban tangga. Itulah kalimat yang pas untuk melukiskan derita berlapis istri yang divonis mandul. Sudah divonis mandul, suaminya yang egois mengancamnya dengan poligami bahkan menceraikannya.
Seseorang yang memutuskan untuk berumah tangga, pasti mendambakan kehadiran seorang anak. Begitu juga dengan Anda. Namun, setelah menunggu sekian lama, si buah hati tak mau juga datang. Lalu, vonis pun datang: pasangan Anda atau Anda ternyata mandul. Anda pun panik, menangis, dan menyesal. Tapi ingat, hidup belum selesai.
Menjadi ibu dan ayah kandung memang dambaan naluriah pasangan suami istri. Tapi ketahuilah sekadar punya anak bukanlah keistimewaan. Binatang malah bisa melahirkan tanpa bantuan dukun dan dukun, apalagi operasi cesar. Mempunyai dan reproduksi adalah fungsi dan gerak hewani bahkan nabati. Perempuan yang melahirkan belum tentu layak disebut “ibu’, begitu juga ayah. Sekadar mempunyai anak bukanlah prestasi. Mendidik anak dan menjadi teladan bagi anak itulah prestasi.
Tak sedikit perempuan yang melahirkan dan mempunyai anak hanya layak disebut “induk”. Ia tak mendidiknya dan tak menjaga moralnya agar menjadi manusia yang bermoral. Sebaliknya tidak sedikit pula perempuan yang tidak melahirkan anak karena tidak punya suami atau karena divonis mandul justru menjadi ibu sejati karena sukses mendidik anak adopsi, anak tiri atau keponakan yang dirawatnya.
Kemandulan bukanlah kiamat dan mempunyai anak kandung bukan niscaya karunia. Tidak sedikit wanita yang mempunyai anak justru kehilangan ketenangan di dunia karena perlakuan buruk anaknya. Tidak sedikit pula perempuan kehilangan iman karena memanjakan dan menjadi hamba bagi anaknya seraya mengabaikan norma dan akal sehat demi ego.
Secara medis, kemandulan memang dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan intensif dengan alat-alat canggih. Tapi jika seseorang sudah dinyatakan mandul, tak berarti selamanya akan mandul. Ada kalanya seseorang sudah dinyatakan mandul, ternyata bisa mendapatkan keturunan. Dan inilah bukti nyata bahwa kemandulan tak semuanya bersifat permanen.
Banyak pasangan sering putus asa jika tak kunjung mempunyai momongan. Tak jarang pula istri yang selalu menjadi korban; selalu disalahkan jika belum ada tanda-tanda kehamilan. Padahal risiko gangguan untuk dapat mempunyai anak, paling besar justru berada di pihak laki-laki.
Beberapa kesan buruk mungkin timbul akibat masalah ‘kemandulan’. Kesan-kesan buruk ini mungkin melibatkan aspek-aspek sosial, psikologi, keutuhan perkawinan dan hubungan seks. Dari segi sosial, ‘kemandulan’ merupakan satu pukulan hebat terhadap pasangan suami isteri, karena salah satu tujuan hidup perkawinan Anda tak tercapai.
Biasanya, tekanan yang paling hebat datang dari ibu mertua yang ingin segera punya cucu. Jika menantu perempuannya ternyata mandul, tekanan itu makin besar. Bisa jadi, seorang ibu menimbulkan kekacauan dan huru hara dalam rumahtangga. Ibu mertua sering mendesak anak lelakinya menceraikan isteri atau pun kawin lagi tanpa menghiraukan ketenteraman rumah tangga anaknya. Akibatnya, hubungan suami isteri pun jadi tegang.
Sedih? Itu wajar. Namun jangan merawat kesedihan. Berpikirlah cepat. Pikirkanlah untuk segera mengadopsi anak. Adopsilah secara agama dan secara hukum. Anak angkat ini akan menjadi penerus keturunan dan sebaiknya diadopsi sejak balita. Jika tak ada keponakan atau keluarga yang siap diadopsi, dapat mengangkat anak dari keluarga lain. Wanita mandul berkesempatan untuk jadi ibu sejati meski tak melahirkannya.