Wajah adalah kata serapan Arab (wajh). Ia adalah organ pusat untuk ekspresi, pengenalan, dan komunikasi manusia. Wajah terdiri dari empat organ perasa yang sangat penting, yaitu hidung, mata, telinga, dan lidah. Pada tubuh manusia, wajah berada di bagian anterior (depan) kepala dan memanjang dari dahi hingga ke dagu. Kata lain yang searti dengannya adalah muka, rupa dan paras.
Bila kepala adalah lemari pikiran, dan hati adalah brankas perasaan, maka wajah adalah etalasenya. Mata, hidung, mulut, telinga yang merupakan perangkat-perangkat kognisi adalah bagian-bagiannya. Di situlah, aura, pikiran, sikap dan karakter terekspresikan. Karena itulah wajah juga mampu berbicara dan berkomunikasi non verbal melalui mimik, yaitu hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah yang dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya.
Dalam standar estetika umum, wajah diberi predikat cantik dan tampan, yang hingga saat ini definisinya terus berubah dan diperselisihkan. Karena itu, banyak orang yang merasa tak puas dengan bentuk parasnya atau salah satu bagian dalammya atau rmerisaukan perubahan wajah akibat umur dan stress demi penampilan dan penghasilan rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk menjalani operasi wajah dan treatment perawatan wajah. Wajah alias kosmetika bisa menggeser kepala alias keahlian dalam kompetisi, dalam pergaulan, bisnis terutama media dan publisitas.
Dalam standar psikologi umum, wajah juga menerima aneka predikat seperti kharismatik, kaku, arogan, teduh, lucu, dan sebagainya. Wajah lucu, unik juga aneh, yang aneh kadang justru menjadi sumber income bagi yang mampu menjualnya untuk hiburan dan lainnya.
Dalam standar teologi dan gnostika, wajah punya posisi khusus. Sejumlah teks agama menekankan hal itu, seperti teks “memandang wajah ibu adalah ibadah” juga “memandang wajah orang alim (punya pengetahuan spiritual) adalah ibadah.”
Begitu penting posisi wajah, hingga Al-Quran pun menggunakan “wajah Allah” sebagai kata pengungkap zatNya. Setiap penganut agama punya standar sendiri tentang “wajah ilahi” yang terimanensi pada beberapa wajah manusia suci, terutama Jesus, Muhammad dan Ali juga wajah para bijakawan dan legendaris dunia mulai dari Socrates hingga Einstein.
Sebagian besar umat manusia berdesakan dan berebut mencari wajah-wajah yang memancarkan pesona visual, menyuplai fantasi kenikmatan absurd dan kemewahan artifisial dalam wajah para pesohor penghibur.
Di tengah album itu terdapat wajah-wajah yang melejitkan kesadaran metafisik dan mencerminkan sebuah realitas di balik ruang berdimensi. Wajah-wajah itu mempesona bukan karena struktur otot, lekuk tulang, bentuk, letak dan ukuran perangkat-perangkat indera yang hadir di permukaannya, bukan karena usia atau kosmetik tapi karena jiwa di baliknya yang menggelinjang oleh resonansi konstan dari wajah-wajah jejjwa suci yang menjadi provider iluminasi Wajah Tuhan. Wajah-wajah jenis ini makin bertambah usia, makin berpendar.
Gambar siluet di atas adalah wajah Muhammad dan wajah-wajah Muhammad setelahnya yang terangkai secara spiral dalam wajahNya.
“Ke arah mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.” (Al-Baqarah : 115).
Siapapun yang beruntung menangkap pendar wajahNya pada wajahnya takkan dihinggapi secuilpun rasa cemas dan risau, krena selain wajahNya akan sirna. “Segala sesuatu musnah selain wajahNya (Al-Qashash : 88). Ia malah meniklmati keabadian dan kekelan wajahNya dalam kehidupan dengan semua tantangan, hadangan dan tantangan di jalannya.
“Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan itu tetap kekal.” (Ar-Rahman : 27).