Tidak memastikan seseorang yang dikenal baik sebagai baik tidak berarti menyangkanya buruk. Tidak memastikannya menghadirkan kewaspadaan.
Jangan memastikan seseorang sebagai baik karena sangka baik. Menyangka baik seseorang mestinya tidak sama dengan memastikannya baik.
Sering kali pelaku pemerkosaan terutama yang terselubung dengan jebakan minuman narkoba dan intimidasi mental atau black magic adalah orang yang dipercaya korban.
Sering kali pemerkosaan dan kejahatan seksual dengan memperdaya korban dalam jebakan dimulai dengan keramahan lalu keakraban dan modus memancing curhat.
Siapapun tidak boleh membuka diri dalam komunikasi intens dengan lawan jenis yang terkesan sangat supel dan humoris juga berlagak bijak.
Kejahatan yang eksplisit hampir selalu gagal karena korban pasti menghindarinya. Karena itu, percaya penuh harus dibedakan dari sangka baik.
Tidak gampang percaya bukanlah sangka buruk, tapi waspada terhadap semua potensi kejahatan terutama orang yang sangat mengesankan dan “sempurna”.
Semua lawan jenis adalah asing sampai anda memastikannya secara nyata (bukan vittual) sebagai orang yang tulus dan tidak merencanakan kejahatan.
Pelaku kejahatan kerap menganggap keramahan sebagai kesempatan.
Bersikap ramah kepada orang tak dikenal yang mengesankan sebagai pribadi bijak, supel dan penuh perhatian adalah “lampu hijau” bagi penjahat.
Yang harus dipertahankan dalam komunikasi terutama dalam komunikasi virtual adalah privasi dan data pribadi.
Agama dan tema-tema sosial tak jarang dijadikan umpan yang efektif melenyapkan kecurigaan dan sikap protektif calon korban pemerkosaan terselubung.
Pengacauan pikiran dalam komunikasi yang mencampuraduk nasihat, humor, agama, rayuan dan ancaman tersirat membuat korban kehilangan kendali.
Yakinlah yang terkesan sempurna nun jauh di balik monitor itu bisa jadi lebih tidak sempurna dari orang yang dekat dengan anda di dunia nyata.
Yang terkesan sempurna di balik monitor dan alenia-alinea dengan ragam imot yang cute itu tidak lebih sempurna dari orang yang dekat dengan anda di dunia nyata.
Salah satu indikasi orang “aman” adalah tidak menyapa lawan jenis tanpa alasan logis dan wajar serta merespon sapaan secara proporsional.
Kegemaran memperkenalkan diri dan menganggap info tentang diri (yang visual) melalui update di ruang publik sebagai info penting bagi orang adalah awal pengkerdilan identitas dan dan peleburan privasi.