Temanku juga stafku di Penerbitan Alhuda, Fuad, adalah putra kyai besar di desanya yang patut dikagumi. Dia meninggalkan singgasana perkiyaian dan menanggalkan jubah ke-Gus-an demi visi rasionalnya. Demi itu, ia rela pergi ke Jakarta dan menjadi stafku bidang setting buku.
Setelah bersabar menjadi ‘jomblo’ selama dua bulan di Jakarta, Fuad pulang ke kampungnya di Jember. Saking takutnya saya menghalangi kepergiannya karena ada beberapa tugasnya yang belum rampung, dia memohon izin dan maaf setelah naik kereta api via teks rada lucu dalam SMS. Tentu, bukan masalah ini yang membuat saya merasa perlu menulis tentang dia di blog ini.
Pada tanggal yang semestinya dia sudah berada di mejanya, dia memberitahukan rekannya, Hadi Purwanto, bahwa kepulangannya ke Jakarta tertunda karena sedang mengantarkan anaknya yang berusia tiga tahun ke dokter spesialis THT anak di Surabaya.
Sejak dilahirkan, anak keduanya tidak berbicara. Semula dia menduga itu hanya keterlambatan yang biasa, dan karenanya ia tidak merisaukannya. Tapi setelah berjalan tiga tahun, ia mulai berpikir untuk mengkonsulutasikannya kepada dokter, sebagaimana saran beberapa rekannya. Tapi kasihan Fuad! Hasil diagnosa terhadap anaknya membuatnya amat terpukul dan berencana untuk mengundurkan diri.
Ternyata anaknya tidak berbicara sejak lahir karena tidak ada suara yang masuk ke telinga dan memorinya. Dia merasa perlu untuk mencari dana besar demi memasangkan alat pendengar pada anaknya.
Tuhan, bantulah dia melalui derma manusia-manusia baik di sekitar kita!