YANG PENTING DIPERHATIKAN DALAM PERINGATAN ASYURA
Al-Husain telah gugur. Husainisme tak pernah gugur.
Karbala adalah peristiwa dulu dan di sana, tapi spiritnya adalah kini dan di sini.
Menghayati spirit anti kezaliman Al-Husain tak kalah penting dari menangis sebagai ekspresi duka dalam setiap acara Asyura.
Pelaksanaan acara peringatan Asyura harus disertai dengan kearifan lokal dan semangat kebangsaan.
Menepuk dada sebagai ungkapan turut berduka dan rasa kehilangan adalah manusiwai. Tak perlu repot mencari dalil teks untuk itu.
Cara pelaksanaan peringatan Asyura dengan ritual khas tidak lebih penting dari tujuan pelaksanaannya.
Menepuk dada bisa bermakna empati sekaligus ekspresi kesiapan melindungi yang terzalimi.
Belum siap secara psikis untuk menepuk dada saat memperingati Asyura harus dimaklumi.
Ma’tam atau kidung Asyura harus memuat aspek rapatan dan resapan, duka dan gelora.
Pembuat/pelantun ma’tam perlu memperhatikan estetika kata, logika bahasa dan kronologi cerita, bukan hanya memuat aneka kata sendu.
Pembacaan Maqtal lebih berat dan rumit dari ceramah. Ia adalah acara utama majelis Peringatan Asyura.
Pembacaan Maqtal (kisah tragedi Karbala) adalah aksi seni narasi yang memerlukan konsentrasi, skil olah suara, citarasa bahasa, suara utuh, stamina dan kepekaan tinggi.
Pelantun ma’tam haruslah orang yang disepakati bersuara merdu, bukan hanya bersemangat.
Bila banyak orang berjingkrak-jingkrak mengikuti musik dengan lirik lagu kosong, mestinya menepuk dada dalam Asyura bisa dimengerti.