Skip to main content

Akibat mengebiri akal sepanjang masa, norma dan parameter dijungkirbalikkan. Yang irrasional karena hiruk pikuk dianggap wajar, dan yang patut karena senyap dibilang aneh.

Sebagian orang berjingkrak-jingkrak menari mengikuti irama dan lagu terbuai omong kosong cinta immoral tapi memcemooh tepuk dada karena empati kepada kebenaran yang diinjak-injak.

Sebagian orang bersiul membeo nada lirik hampa biduwan meski tak paham maksudnya tapi meledek puisi duka sebagai ekspresi cinta kepada keteladanan dan kesucian yang dikoyak-koyak kawanan bromocorah bengis…

Sebagian orang melompat-lompat kesurupan berteriak histeris memanggil-manggil artis pujaan bertingkah seronok di atas panggung, tapi mempertanyakan yel-yel penuh gelora cinta Ya Husain.

Sebagian orang enangis dan berulang kali mengusap mata menyeka hidung karena terenyuh melihat tayangan buatan reality show dan drama picisan yang mengeksploitasi kemiskinan dan emosi publik lugu tapi mengkritik upacara pembacaan narasi pembantaian jejiwa suci titisan Nabi.

Sebagian orang menangis saat nonton cerita (yang diketahui) fiktif depan layar, tapi enggan atau bahkan mencemooh orang menangis menyimak cerita faktual tragedi genosida Karbala.

Sebagian orang jingkrak-jingkrak saat mendengar musik dengan lirik lagu yang sebagian tak dipahami, tapi enggan menepuk dada atau bahkan mencemooh orang yang menepuk dada karena sedih mendengar dan membayangkan prahara Asyura.

Sebagian orang, karena alasan empati, mengutip dan menshare kisah dan berita duka orang terdekatnya (yang tak dikenal oleh sebagian orang), tapi enggan bahkan mengkritik orang yang menshare berita dan kisah mahatragedi yang menimpa cucu Nabi.

Sebagian orang mengganggu aktivitas publik dan menggunakan fasilitas umum demi memperingati ulang tahun wafat seorang ulama atau tokoh yang tak dikenal oleh sebagian besar masyarakat, tapi enggan bahkan mencemooh orang-orang yang berkumpul dalam ruangan private untuk mengenang kesyahidan cucu Nabi yang dihormati oleh semua mazhab.

Sebagian orang memilih warna dan corak serta bentuk busana (yang sebagian tak sopan) dengan alasan kebebasan dan demi mengikuti mode, tapi enggan atau bahkan mencemooh orang yang memilih busana serba hitam demi mengekspresikan kesedihan atas kesyahidan pahlawan Islam dan kemanusiaan.

Sebagian orang bersemangat dan bangga menyanyikan lagu yang isi liriknya remeh dengan suara sumbang, tapi enggan melantunkan kidung syair tentang kesyahidan, derita, cinta dan kemanusiaan Al-Husain bersama keluarga dan pengikutnya, bahkan mengejek orang-orang yang melantunkannya.

Sebagian orang rela ngantri beli tiket untuk menghadiri konser musik sambil berdiri berdesak-desakan dan teriak-teriak (sok) histeris, tapi enggan mengayunkan langkah demi menghadiri upacara khidmat penuh zikir dan fikir Asyura, bahkan mengejek orang-orang yang menghadirinya.

Sebagian orang merasa sudah menjadi sangat relijius karena mengagungkan seorang ulama atau habib, tapi enggan mengenang ulama par excellence dan ‘maha habib’ yang kemuliaannya memerciki para ulama dan habib, bahkan mencemooh orang-orang yang mengenang perjuangan dan pengorbanannya.

Sebagian orang mengutip dan menshare perkataan tokoh-tokoh pemikir dan pejuang dunia modern, tapi enggan mengutip dan menshare butir-butir hikmah dan narasi kesyahidan pejuang agung sepanjang masa, Al-Husain, bahkan mencemooh orang-orang yang mengenangnya.