Skip to main content

“Industri Zikir”

By September 19, 200815 Comments

Dulu, kita, saat masih kecil, senang bila melihat angkasa kampung kita dilintasi oleh helikopter. Capung besi itu jadi kejaran kita yang berteriak memohon duit karena kita saat itu yakin hanya Pak Harto yang “berhak” naik helikopter.

Saat ini di Jakarta yang macet dan padat, kita juga sering melihat helikopter yang mengangkut pengusaha mondar mandir antar gedung.

Pejabat meninjau daerah terpencil dengan heli itu biasa banget. Pengusaha memantau lahan ribuan hektar sawit atau HPH dari jendela helikopter itu “bawaan”. Yang mungkin luar biasa adalah “uztaz helikopter.”

Saya mendapatkan kesan itu saat iseng menekan tombol nomer remote control telivisi. Semula saya mengira adegan yang muncul itu hanya sebuah iklan yang numpang lewat. Ternyata, itu acara utama pada jam tayang yang mahal.

Acara itu tampak digarap secara profesional CEO sehingga terlihat “kolosal” dan mampu memfokuskan sorot mata para pemirsa ke satu objek. Dialah yang menjadi ikon (brand) modus baru bisnis ini. “Industri zikir” saya menyebutnya.

Siapapun yang sedang bingung karena kesulitan ekonomi atau ingin lepas dari belenggu masalah (syukur-syukur kalau tidak kritis) akan tercengang dan tertawan oleh rasa kagum. Betapa tidak? Sang tokoh benar-benar ditampilkan sebagai juru selamat yang punya banyak kelebihan, mulai dari kemegahannya saat turun dari helikopter dalam kawalan superketat ala agen Secret Service atau FBI hingga histeria ummat yang menyambut demi mendambakan sentuhan aura dan keajaiban-keajaibannya.

Di penghujung acara, para ibu yang tersugesti oleh gegap gempita penyelenggaraan event ini diwawancarai dan dimintai kesannya tentang si ustadz. Bisa dipastikan, pemirsa akan disuguhi close up paras-paras berjilbab dengan mata berlinang para “pasien” yang terharu karena sembuh dalam sekejap mata bak Yesus dari Nazaret.

Lucunya, acara bernuansa agama itu malah dipandu oleh presenter yang (saat itu) tidak berjilbab. Meski begitu “over cover”, ia dengan gaya atraktif dan binal (mata jelatatan) dan bibir yang lincah lincah, fasih mengucap kata Allah dan sejumlah simbol verbal agama. “Semuanya dari Allah,” selorohnya seraya mengiklan kehebatan-kehebatan sang Hancock versi lokal sebagai jalur mediasi Allah dengan hamba-hambaNya yang meminta pertolongan.

Untuk calon pasien yang ingin memperoleh sentuhan Allah melalui sang uztaz, juga (terutama) pejabat daerah (yang ingin terlihat relijius) dan ingin mendatangkannya, bisa mencatat teks berjalan (iklan) di layar kaca yang menjelaskan jadwal sang uztaz juga alamat dan no contact.

Tanpa perlu mempermasalahkan apalagi mencibir orang yang dengan ikhlas ingin berbuat baik dan tanpa memandang sinis kegiatan sosial keagamaan, paling tidak, kita bisa membedakan acara telivisi dari iklan terselubung yang dikesankan acara, atau mana berita mana teks info komersial yang dikesankan berita.

Karena itu, KPI perlu diberi masukan tentang gejala pembiusan konsumen melalui iklan-iklan terselubung.

Sungguh mengharukan…

Semoga Allah menyembuhkan kita semua, pasien dan ustaznya.