Seorang "pakar" di YouTube bicara soal investasi dengan suara meyakinkan, wajah sempurna, dan grafik futuristik. Tetiba muncul seorang penulis yang sebaran tulisannya sangat  luas dan mampu menyedot banyak pembaca. Tapi tunggu—ternyata itu bukan manusia! Itu avatar AI yang diisi data dari 1.000 video motivasi. Sementara itu, di TikTok, seorang "dokter" bagi-bagi tips kesehatan viral, tapi rupanya algoritma yang meracik kata-katanya.

Di era disrupsi ini, kecerdasan buatan (AI) memiliki kapabilitas untuk mereplikasi kompetensi profesional dalam waktu singkat. Berbagai format konten, mulai dari tekstual hingga audiovisual, rentan terhadap fabrikasi. Lantas, bagaimana cara kita membedakan antara pakar autentik dan representasi digital artifisial?

Solusinya berpotensi terletak pada satu konsep fundamental: INTERAKSI LANGSUNG (LIVE).
* Keterbatasan Improvisasi AI: Meskipun AI mampu menghasilkan narasi komprehensif mengenai suatu topik, responsibilitasnya terhadap pertanyaan situasional dan tidak terstruktur dalam sesi langsung seringkali menemui kendala. Dalam konteks live session, keahlian sejati teruji melalui kapasitas respons spontan, yang berbeda signifikan dengan penyampaian informasi berbasis skrip.
* Autentisitas Ekspresi Emosional: AI dapat meniru manifestasi visual emosi, namun belum mampu mereplikasi penghayatan gestur frustrasi saat menghadapi kesulitan dalam menyampaikan konsep kompleks, atau kejanggalan ekspresi humor dalam interaksi. Interaksi live menampilkan dimensi human touch yang saat ini belum dapat direplikasi oleh sistem mekanis.
* Interaksi Timbal Balik sebagai Verifikasi: Dalam platform live streaming, audiens memiliki peluang untuk mengajukan pertanyaan tak terduga yang berpotensi mengekspos inkonsistensi atau kekurangan pemahaman. Apabila seorang "pakar" hanya mengandalkan informasi yang digeneralisasi oleh AI, ia akan menunjukkan ketidakmampuan dalam merespons pertanyaan spesifik atau memberikan jawaban yang tidak akurat.

Namun Demikian, Kewaspadaan Tetap Diperlukan dalam Sesi Langsung:
Perlu disadari bahwa format live session juga tidak sepenuhnya imun terhadap manipulasi teknologi:
* Deepfake Real-Time: Teknologi deepfake kini memungkinkan manipulasi visual wajah dan bibir secara real-time sesuai dengan narasi yang disampaikan, sehingga potensi representasi avatar sebagai figur publik dalam sesi langsung menjadi perhatian.
* Teleprompter dengan Integrasi AI: Jawaban yang disampaikan dalam sesi langsung dapat tampak spontan, padahal sebenarnya dibacakan melalui teleprompter yang terhubung dengan basis data AI.
* Kolaborasi Tim di Balik Layar: Seorang "pakar" yang tampil live dapat dibantu oleh tim ahli yang memberikan informasi dan jawaban melalui perangkat komunikasi tersembunyi.
Para profesional dengan kompetensi valid akan semakin diapresiasi karena kesediaan mereka untuk berinteraksi secara langsung. Sementara itu, entitas yang mengandalkan AI untuk membangun citra kepakaran palsu akan terungkap ketidakmampuannya ketika dihadapkan pada interaksi on-camera yang sesungguhnya. Namun validasi otentisitas yang lebih terjamin justru terletak pada interaksi di dunia nyata (offline).

Di tengah dominasi rekayasa digital, ranah offline justru mengukuhkan posisinya sebagai benteng autentisitas. Mengapa demikian?
* Verifikasi Fisik yang Tidak Terbantahkan: Seorang praktisi medis dapat membahas gejala penyakit secara live, namun diagnosis yang akurat memerlukan pemeriksaan fisik langsung, termasuk palpasi, pengukuran tekanan darah, atau analisis radiologi.
* Komunitas dan Kepercayaan Riil: Diskusi dalam lingkungan sosial yang nyata sulit untuk direkayasa. Testimoni langsung dari anggota komunitas memiliki tingkat kredibilitas yang lebih tinggi dibandingkan konten digital yang berpotensi dimanipulasi.

* Pendidikan Berbasis Pengalaman Langsung (Hands-On): Tenaga pendidik dalam platform daring mungkin mahir dalam menyampaikan materi, namun guru yang secara langsung mengoreksi hasil kerja siswa di kelas memiliki pemahaman mendalam mengenai area kelemahan individual. AI dapat menyediakan formula, namun tidak dapat memberikan bimbingan taktis secara langsung kepada siswa yang mengalami kesulitan.

http://t.me/ArsipChannel_Tulisan_ML