Dalam doa yang diriwayatkan dari Imam Ali bin Abi Talib, fras "وكل جهل عملته" (dan segala kebodohan yang kulakukan) bukan sekadar pengakuan atas kesalahan praktis, melainkan pengakuan radikal bahwa akar kejahatan manusia bersumber dari kebodohan filosofis—pikiran yang terdistorsi, logika yang pincang, dan keyakinan yang mengubur kebenaran. 

Kata "جهل" (jahl) dalam konteks ini bukan sekadar ketidaktahuan pasif, tetapi kesombongan intelektual: 
1. Keyakinan tidak logis: Meyakini sesuatu tanpa dasar rasional, seperti stigma bahwa "kemiskinan adalah takdir ilahi" sambil mengabaikan analisis struktural tentang kesenjangan. 
2. Opini invalid: Membangun argumen berdasarkan prasangka, bukan data. Contoh: Menyalahkan "krisis moral" sebagai penyebab korupsi, tetapi menolak membahas sistem pengawasan yang lemah. 
3. Dogma Irrasional: Menutup pintu dialog dengan klaim "ini sudah ajaran turun-temurun", padahal tradisi bisa menjadi sarana stagnasi jika tak diuji dengan nalar kritis. 

Doa Kumail mengajarkan bahwa dosa dimulai dari kegagalan bernalar. Misalnya, seorang koruptor mungkin membenarkan tindakannya dengan logika "Semua orang melakukannya, ini hanya bagian dari sistem." Inilah kebodohan (pembenaran irrasional) melahirkan kejahatan. 

Terminologi Ketidaktahuan dan Kebodohan

Kata "bodoh" dalam komunikasi populer sehari-hari terdengar kasar karena dianggap sebagai celaan. Padahal, "kebodohan" pada makna primernya adalah "ketiadaan ilmu" atau "ketidaktahuan". Kata "ke-tahu-an" (yang lebih tepat sebagai antonim "ketidaktahuan") tidak menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. 

Dalam bahasa Arab, kata "alim" tidak berarti "pandai", tetapi "yang mengetahui" atau "berpengetahuan", setara dengan "ilmuwan". Sedangkan "mahir" berarti "pakar" atau "pandai". Epistemologi Islam mendefinisikan "al-ilm" (pengetahuan) sebagai penyingkapan realitas, sedangkan "jahl" (kebodohan) adalah ketaktersingkapan realitas. Ketidaktahuan (al-jahl) bukan sekadar ketiadaan pengetahuan, tetapi ketiadaan pengetahuan pada seseorang yang sebenarnya mampu mempelajarinya. Benda mati atau hewan tidak disebut "bodoh" karena tidak memiliki kapasitas untuk pengetahuan. 

Jenis-jenis Kebodohan

1. Ketidaktahuan konseptual (الجهل التصوري)
   - Terjadi ketika seseorang tidak memahami suatu konsep. Contoh: Tidak paham istilah "integral" dalam matematika. 
   - Bersifat sederhana karena individu sadar akan ketidaktahuannya. 
2. Ketidaktahuan assertif (الجهل التصديقي): 
   - Terjadi ketika seseorang meyakini sesuatu yang salah. Contoh: Percaya bumi datar. 
   - Bisa bersifat sederhana (sadar tidak tahu) atau kompleks (tidak tahu tetapi merasa tahu). 
3. Ketidaktahuan sederhana (الجهل البسيط): 
   - Tidak tahu sesuatu, tetapi sadar akan ketidaktahuan. Contoh: "Saya belum paham cara kerja blockchain, tapi ingin mempelajarinya."

4. Ketidaktahuah konoleks (الجهل المركب)
   - Tidak tahu sesuatu, tetapi mengira dirinya tahu. Contoh: Meyakini vaksin berbahaya tanpa dasar ilmiah. 
   - Lebih berbahaya karena memicu misinformasi dan fanatisme. 

Kebodohan di Era Digital

Revolusi teknologi mengubah manusia menjadi konsumen informasi. Media sosial membanjiri kita dengan *"penelitian terbaru"* yang seringkali tidak berdasar. Orang-orang "pintar tetapi awam" (educated ignorant) terjebak dalam ilusi pengetahuan: mengutip teori populer tanpa memahami metodologi ilmiah. Mereka seperti burung beo yang mengulang narasi kosong. 

Dua kelompok terperangkap dalam kebodohan modern: 
1. Penyuka sains palsu. Yaitu yang erobsesi pada pseudoscience dan sensasi media. 
2. Penyuka estetika kosong. Yaitu yang ngagungkan sastra atau filsafat hanya untuk pamer intelektual. 

Atas nama "kemajuan", globalisasi merampas identitas budaya Dunia Ketiga. Masyarakat terjebak dalam dikotomi: mempertahankan tradisi dianggap kuno, sementara modernitas diidentikkan dengan standar Barat. Ini adalah hegemoni budaya—perang tanpa senjata yang mengontrol pikiran. 

Kebodohan dengan kemasan Agama

Banyak konten kreator membandingkan jalanan rapi di Eropa dengan permukiman kumuh di negara Islam, lalu menyimpulkan: "Ini bukti kemunduran Islam." Padahal, Islam melarang korupsi (QS. Al-Baqarah: 188). Masalah sebenarnya adalah manusia yang mengkhianati nilai agama, bukan agama itu sendiri. 

Kelompok lain berbahaya adalah mereka yang menganggap kitab abad ke-19 sebagai kebenaran mutlak. Mereka menolak sains modern dan bertanya: "Apakah ini ada dalam kitab kuno?" seolah pengetahuan berhenti pada tahun 1900. Ironisnya, mereka merasa diri "ahli zaman now", padahal pemikirannya mandek di masa lalu. 

Bahaya Kebodohan Kompleks
1. Bahan Bakar Islamophobia. Narasi seperti "negara Muslim miskin = bukti Islam gagal" digunakan untuk menyerang agama. 
2. Pembodohan Sistemik. Menolak metode ilmiah membuka pintu hoaks dan teori konspirasi. 
3. Stagnasi Peradaban. Romantisisme masa lalu menghambat kompetisi di era AI dan bioteknologi. 

Ilmu Sejati versus Gengsi Semu

Pengetahuan sejati bukan tentang mengutip teori atau gelar, tetapi kesadaran kritis: *Mengapa kita percaya sesuatu? Apa dasarnya? Plato mengingatkan: "Kebodohan yang bersembunyi di balik otoritas adalah tirani paling kejam." Ilmu harus menjadi alat memanusiakan manusia, bukan budak algoritma dan gengsi semu.

http://t.me/ArsipChannel_Tulisan_ML