AKULTURASI YANG SEDANG BERLANGSUNG

AKULTURASI YANG SEDANG BERLANGSUNG
Photo by Unsplash.com

Di desa dan kota, termasuk ibukota, setiap pagi dan sore surau, musalla dan majelis taklim mengumandangkan aneka konten narasi maulid, bait-bait kasidah, lantunan ratib, wirid, tahlil yang diajarkan oleh para habib sufi seperti Habib Abdullah Alhaddad dan Habib Ali Alhabsyi diamalkan oleh masyarakat di seantero negeri secara temurun.

Kitab-kitab akhlaq karya mereka seperti Risalatul Muawanah dan An-Nasha"ih Ad-Diniyah diajarkan di banyak pesantren dalam rangkaian panjang generasi demi generasi. Itu semua tak hanya menjadi ritus agama namun budaya dan identitas masyarakat di seluruh Nusantara. Itulah akulturasi yang telah, sedang dan akan berlangsung membentuk sebuah harmoni budaya yang adaptif dan relevan dengan kemajemukan

Silsilah nasab dan ilmu para kyai terkemuka terhubung dengan para habib terkemuka. Komunitas Alawi telah menjadi bagian integral bangsa ini dan menjadi elemen pembentuk kultur dan tradisi keislaman, terutama NU. Tak perlu repot untuk membuktikan dan menemukan data dan referensinya. Mesin pencari google menyediakan info yang berlimpah tentang itu.

Fakta kiprah dan jejak peran positif banyak tokoh agama,, intelektual, pejuang kemerdekaan, para pahlawan, tokoh politik, profesional dari kalangan alawiyin terlalu besar dan terlanjur menyejarah di bumi ini. Mereka hadir dalam momen-momen penting negara ini sepanjang sejarahnya, aktif berdebat dalam konstituante, berpartisipasi dalam aneka organisasi politik hingga kini. Mereka juga telah menyumbangkan sejumlah nyawa di taman makam pahlawan di kota-kota kampung halaman mereka. Nama mereka telah diabadikan oleh bangsa majemuk ini sebagai nama banyak jalan dan bandara.

Mereka telah mengisi semua sektor dan lapisan dari pejabat, perwira, akademisi, profesional, budayawan, artis, atlet, aktivis hingga sopir ojol dan pengemis. Mereka telah terlahir sebagai warga negara tanpa pilihan, bukan lagi imigran dari negeri lain, bukan pendatang yang memilih masuk ke negeri yang penghuninya tak menghendaki mereka, bukan penjajah yang datang dengan klaim investasi ala VOC juga enggan mengklaim saudara tertua demi membawa pulang kekayaan alam ke negeri mereka. Mereka punya akte kelahiran, nomer induk kependudukan, membayar pajak, mengikuti semua prosedur administrasi dan tak pernah sedikitpun merasa sebagai warga Yaman atau bangsa Arab. Mereka bukan orang Arab, tapi warga Indonesia keturunan Arab.

Agenda mendelegitimasi dan menghapus eksistensi mereka berimplikasi terhadap konstruksi bangsa dan negara. Terlalu kokoh realitas ini untuk diubah dengan narasi-narasi rasisme yang takkan pernah memikat bangsa yang ditakdirkan sebagai teladan kesantunan, kelembutan, toleransi dan etika luhur di mata bangsa-bangsa di dunia

Agenda menghilangkan, mengingkari dan memanipulasi fakta serta eksistensi sosial, kultural dan konstitusional komunitas alawiyin perlu kerja super keras yang lebih kolosal dari sekadar memblow-up hipotesa ala kadarnya yang didaur ulang dari hipotesa beberapa tahun silam di Timur Tengah tentang keterputusan nasab alawiyin.

Tanpa menafikan fakta beberapa oknumnya patut dikecam karena mengujar kebencian, bersikap arogan dan semacamnya, komunitas alawiyin tak bisa divonis sebagai kawanan manusia terkutuk atau dicaci dan dianggap pendatang, imigran, antek penjajah dan penjajah.

Penjahat dan pelaku keburukan dalam sebuah kelompok etnis, ras dan suku mungkin bisa berjumlah puluhan, ratusan, ribuan, bahkan mungkin puluhan ribu, tapi sebuah komunitas takkan pernah berisikan penjahat semata. Tak perlu jadi jenius untuk mengetahui dan menyadari itu. Karena itu, bila perilaku buruk beberapa alawi tetap dijadikan bahan apologi dan dasar narasi vonis total keburukan, maka itu mengindikasikan agenda lain.

Mereka boleh tak disanjung tapi tak boleh dirundung. Apalah arti penyanjungan kepada beberapa orang bila yang dirundung adalah setiap individu sekomunitas, seetnis dan sesuku.

Read more