BALADA KOMUNITAS YANG SATU INI (Bagian Kedua)

BALADA KOMUNITAS YANG SATU INI (Bagian Kedua)
Photo by Unsplash.com

Daripada sibuk menegangkan otot berlagak timses para capres dan saling mengunggulan figur politik atau mencemooh capres pihak lain yang hampir pasti sama-sama takkan mementingkan hak kaum minoritas yang tak punya nilai tukar atau posisi tawar dalam kompetisi elit ini, mending santuy sambil wait dan see.

Tak ada santo dalam atmosfer politik yang keruh dengan dusta dan kepalsuan. Tak perlu ikut-ikutan melariskan tuduhan politik identitas kepada satu sosok dan kelompok karena hampir semua penguasa dan politisi serta parpol menggunakannya.

Politik identitas sudah lekat pada semua entitas politik, figur maupun kelompok, yang mengusung narasi agama (yang identik dengan intoleransi, radikalisme dan takfirisme) juga yang meneriakkan jargon nasionalisme (yang kerap beraroma chauvinisme, fasisme dan rasisme).

Tak perlu main pengamat-pengamat-an sampai saling serang dengan ad hominem hanya karena pemihakan subjektif untuk sesuatu yang dinamis, temporal, tidak aksiomatik, tidak saintifik dan bergantung pada negosiasi dan asas kepentingan. Pendukung setiap capres sama-sama punya data yang diklaim valid bahkan “dari orang dalam”.

Ringkasnya, pemilu bukan moment penyaluran bakat vandalisme dan kesempatan "legal" untuk saling serang dengan aneka umpatan dan fitnah, tapi ikhtiar mencari orang yang bisa dan mau memperlakukan masyarakat secara setara.

Read more