PEMERINTAH DAN MASYARAKT AS DALAM KONTEKS ISU PALESTINA

PEMERINTAH DAN MASYARAKT AS DALAM KONTEKS ISU PALESTINA

Tidak sedikit orang mengira sikap dan keputusan-keputusan Pemerintah AS sebagai cermin sikap, opini dan kehendak masyarakat AS. Padahal tidak demikian. Karena itu, agar tetap adil, kita perlu membedakan tiga hal, yaitu negara AS, bangsa AS dan Pemerintah AS.

Negara adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata pemerintahan yang melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu, dan memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.

Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, ideologi, budaya, sejarah, dan tujuan.

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum bersama Undang-Undang serta kewenangan untuk mengatur komunitas di wilayah tertentu, yang umumnya adalah negara.

Siapapun yang terpilih sebagai presiden dari partai Demokrat apalagi partai Republik,  Pemerintah AS secara informal di bawah pengaruh kelompok ideologis, yaitu lobi jionis yang juga dikenal lobi Srael dan lobi Yahxdi.

Lobi Srael adalah individu dan kelompok yang berusaha mempengaruhi pemerintah Amerika Serikat agar dapat melayani kepentingan Israel dengan lebih baik. Kelompok lobi pro-Srael terbesar adalah Christians United for Israel dengan lebih dari tujuh juta anggota.

American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) adalah organisasi terkemuka dalam lobi, yang berbicara atas nama koalisi kelompok Yahudi Amerika yang pro-Srael.

Kebijakan Pemerintah AS juga tidak lepas dari pengaruh kuat kelompok evangelis yang menganut doktrin teologi yang beraitan dengan doktrin jionisme.

Evangelikalisme adalah sebuah gerakan di kalangan umat Kristen Protestan yang meyakini perlunya dilahirkan kembali , menekankan pentingnya penginjilan , dan menegaskan ajaran Protestan tradisional mengenai otoritas serta historisitas Alkitab . [1] Terdiri dari hampir seperempat populasi AS, kaum evangelis adalah kelompok beragam yang berasal dari berbagai latar belakang denominasi , termasuk Gereja Baptis , Menonite , Metodis , Pantekosta , Plymouth Brethren , Quaker , Reformed , dan gereja non-denominasi .

Salah satu rangkaian teologi Injili menyatakan bahwa kembalinya orang-orang Yahudi ke wilayah tersebut mengawali jam yang terus berdetak selama tujuh tahun, setelah itu Yesus Kristus akan kembali.

Beberapa jam setelah Hamas menyerang negara itu pada tanggal 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.400 orang, Christians United for Israel, sebuah kelompok lobi evangelis yang mengklaim memiliki lebih dari 10 juta anggota, mengirimkan pesan ke X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

Segera sebuah “pernyataan Injili untuk mendukung Israel” dikeluarkan oleh komisi etika dan kebebasan beragama – yang merupakan bagian dari Southern Baptist Convention, sebuah denominasi yang memiliki 45.000 gereja di AS.

Dalam pernyataan tersebut , 2.000 pemimpin evangelis – tidak semuanya disebutkan namanya – mengatakan mereka “sepenuhnya mendukung hak dan kewajiban Israel untuk mempertahankan diri dari serangan lebih lanjut”. Sedikit kepercayaan diberikan kepada warga Palestina yang akan segera diserang: lebih dari 8.000 orang di Gaza kini telah terbunuh oleh pemboman Israel, menurut kementerian kesehatan Gaza.

“Meskipun perspektif teologis kami mengenai Israel dan Gereja mungkin berbeda-beda, kami bersatu dalam menyebut serangan terhadap orang-orang Yahudi sangat meresahkan karena mereka sering menjadi sasaran tetangga mereka sejak Allah menyebut mereka sebagai umat-Nya pada zaman Abraham (Kej. 12: 1-3),” kata pernyataan evangelis itu.

“Sesuai dengan tradisi Perang Adil Kristen, kami juga menegaskan legitimasi hak Israel untuk merespons mereka yang memulai serangan-serangan ini karena Roma 13 memberi pemerintah kekuasaan untuk mengangkat pedang terhadap mereka yang melakukan tindakan jahat terhadap orang yang tidak bersalah.”

Mengenai pengaruh yang mungkin dimiliki kelompok evangelis seiring berlanjutnya konflik Israel-Hamas, Hummel mengatakan ada “catatan beragam” mengenai pengaruh politik kelompok evangelis.

Namun, Trump secara khusus mengatakan bahwa dia memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem “untuk kaum evangelis”, sementara Hagee menjabat sebagai penasihat presiden yang dua kali dimakzulkan.

Pada pemilu tahun 2020, umat Kristen evangelis atau umat Kristen yang dilahirkan kembali mencapai 28% dari keseluruhan pemilih, CNN melaporkan, dan tiga perempatnya memilih Trump. Mengingat dukungan terhadap Partai Republik, maka di bawah kepemimpinan Partai Republik, kaum evangelis akan memiliki banyak pengaruh.

“Ketika ada presiden dari Partai Republik, mereka mendapat kursi di meja perundingan, bukan berarti presiden akan melakukan apa yang mereka inginkan, namun merekalah yang lebih didengarkan oleh presiden dibandingkan pihak-pihak berkepentingan lainnya mengenai Israel,” kata Hummel. .

Dengan semakin dekatnya pemilihan presiden, dan dengan sedikitnya tanda-tanda bahwa konflik Israel akan mereda dalam waktu dekat, kaum evangelis bisa saja mendapati diri mereka berada pada posisi yang memiliki kekuatan signifikan dalam waktu dekat.

Fakta politik ini tidak secara niscaya berbanding lurus dengan arah pandangan dan sikap rakyat atau masyarakat AS yang hetegonen dan kosmopolit, termasuk soal dukungan total Pemerintah AS kepada Srael, terutama dalam aksi genosida yang sedang berlangsung di Gaza.

Lebih dari setengah masyarakat AS, terutama kalangan muda terpelajar yang tersebar di pelbagai universitas terkemuka seperti Harvard, Oxford dan Columbia melancarkan kritik dan protes dalam aksi demo dan lainnya yang mengecam strategi hegemonik AS dan sikap standar ganda Pemerintah AS di Asia Barat, terutama dalam isu Palestina.

Read more