GAGALNYA AGAMA

GAGALNYA AGAMA
Photo by Unsplash.com

Tak perlu mencemooh agama lain bila agama sendiri juga tak lebih baik. Sejarah agama-agama memperlihatkan kegagalan menata dan menciptakan masyarakat yang konsisten dengan agamanya masing-masing.

Setiap agama hadir sebagai ajaran yang merevisi atau mengoreksi “disinformasi” yang dialami ajaran sebelumnya. Setelah melewati aneka hambatan dan penentangan, sekelompok orang menganut karena percaya bahwa Tuhan adalah pengatur tunggal. Pembawanya dielu-elukan karena diyakini sebagai orang yang direkomendasi oleh sentra otoritas sublim untuk menggembala dan memandu umat manusia menuju kemuliaan, kesucian dan kesempurnaan. Ia muncul silih berganti membawa tawaran dan janji yang nyaris sama. Umat manusia jadi bingung.

Sejak diperkenalkan kepada umat manusia sebagai aturan yang bisa menciptakan masyarakat yang padu, beradab dan terpimpin dengan keyakinan yang utuh karena sumbernya satu yang lebih baik dari masyarakat-masyarakat sebelumnya, tak ada satu masa pun yang menjadi fakta aktualnya kecuali beberapa waktu sebelum tokoh utama yang memperkenalkannya wafat dengan semula pertentangan internal dan gangguan eksternal. Namun hingga kini tak ada fakta satu masyarakat yang terpimpin dalam keutuhan dan kesamaan pemahaman dan pengamalan ajarannya.

Sejak pendirinya wafat, sebagian besar lembaran sejarah para pemegang kekuasaan di dalamnya berbau anyir darah genosida kelompok “pembangkang’ dan pembersihan, perburuan, penyekapan, permenggalan manusia-manusia teladan, para bijakawan, filosof dan mistikus. Penjajahan berupa ekspansi dan aneksasi dikenang sebagai perluasan agama dan masa kelam berkuasanya para tiran berjubah agamawan diagungkan sebagai masa kejayaan.

Akibat pertentangan pemahaman dan sengketa klaim otoritas terutama seputar sumber otoritatif yang merepresentasi ajarannya bahkan dalam identifikasi dan dokumentasi teks-teks referensialnya, masyarakat agama tak terbentuk.

Read more