JIKA TERPILIH
Hari-hari ini kita sering membaca dan mendengar janji-janji dari paslon dan caleg yang diawali dengan "bila/jika terpilih".
"Jika terpilih", adalah penggalan pertama premis hipotetis atau bersyarat yang disebut atesenden.
Kata semacam ini biasanya dimulai dengan jika atau bila dan sejenisnya.
Kata ini bermakna bebas dan pertanggungjawababnya longgar karena ia tak bisa berdiri sendiri tanpa penggalan kata pasangannya.
"(maka) saya akan makmurkan rakyat" adalah penggalan kedua premis hipotetis atau balasan yang disebut konsekuen.
Kata semacam ini biasanya diawali dengan maka demi menjelaskan posisinya sebagai balasan.
Yang terpenting dari menganalisa materi penggalan pertama dan kedua adalah mengidentifikasi jenis relasi antar dua penggalan itu.
Secara umum, relasi dapat dibagi dua, relasi yang sesuai (valid) seperti "bila aku berjalan, maka aku tak diam" dan relasi cacat alias relasi salah seperti "bila aku senang, maka hujan pasti turun."
Ada beberapa relasi kesesuaian, yaitu a)keniscayaan atau kemestian, b) keselaluan, c) keseringan, d) kekadangan.
Keniscayaan adalah keharusan rasional terjadinya sebuah fakta karena sebab dan syarat-syarat rasional keterjadiannya telah sempurna.
Keselaluan adalah keharusan empiris terjadinya sebuah fakta dengan probabilitas besar karena sebab dan syarat-syarat empiris keterjadiannya telah dianggap sempurna.
Keseringan adalah kelaziman tradisional terjadinya sebuah fakta dengan dasar contoh peristiwa serupa karena sejumlah sebab dan syarat-syarat serupanya dianggap sempurna.
Relasi keniscayaan juga dapat dibagi dua; a) keniscayaan rasional atau filosofis, seperti "Bila ada sesuatu yang terbatas, maka yang membatasinya ada lebih dulu," b) keniscayaan natural atau saintis, seperti "bila matahari terbit, siang tiba," c) keniscayaan doktrinal, seperti "bila beragama Islam, rajin shalat."
Bila tak jeli memahami relasi atesenden dan konsekuen dalam setiap pernyataan, peluang tertipu retorika ngawur dan janji palsu sangat terbuka.