"KELUARGA BERENCANA"

"KELUARGA BERENCANA"
Photo by Unsplash.com

Ia yang semula terlihat canggung dalam lingkungan kuasa formal karena otentisitas dan karakterkejelataan bawannya mulai beradaptasi dan "belajar".

Cerdas. Tak hanya bernyanyi bersama tapi menjadi komposer. Tak cuma menggesek biola atau memetik dawai tapi menjadi dirigen.

Pujaan bergema terus mengiring setiap langkahnya. Dia pun dipandang sebagai kertas putih tanpa noda setitikpun. Maka lengkaplah alasan untuk bertransformasi dengan akselarasi tinggi dan percaya diri secara ekstrem dan bermutasi dari pemimpin ke penguasa.

Respon sebagian pendukung menjungkirkan ekspektasi. Banyak yang mulai siuman. Sihir gestur dan paras ndeso tak lagi ampuh. Patron partai kecewa. Para buzzer ikhlas mulai menyerang balik. Tak jelas, siapa yang "berhak" mengusung semboyan "lanjutkan".

Tapi apa mau dikata? "Keluarga Berencana" membangun keraton trah baru di atas privilege dan hiruk pikuk para pemuja polos. Deal-deal sudah disepakati.

Kepalang basah. This power is too comfortable. Kekuasaan, kultus dan khalayak naif yang selalu "memaklumi" ini terlalu nyaman untuk ditinggalkan dan terlalu risksn untuk tak dipertahankan dengan cara apapun.

Masa' seh?

Read more