"KERJASAMA DENGAN PENJAJAH"

"KERJASAMA DENGAN PENJAJAH"
Photo by Unsplash.com

Orang-orang tuna literasi terutama buta sejarah perjuangan para pendiri bangsa keburu menganggap semua kerjasama dengan pihak penjajah sebagai pengkhianatan tanpa memahami konteks dan latar belakangnya.

Padahal perjuangan meraih kemerdekaan, mempertahankan kedaulatan dan mengawalnya tak hanya dilakukan dengan perlawanan fisik dan konfrontasi militer. Tak sedikit pahlawan dan pejuang bekerjasama dengan Belanda dan Jepang, bahkan mendapatkan beasiswa dalam lingkungan pendidikan modern rezim penjajah.

Strategi pergerakan nasional demi kemerdekaan terdiri atas dua bentuk strategi, yakni strategi radikal non kooperatif dan strategi moderat kooperatif.

Strategi pergerakan radikal non kooperatif atau konfrontatif merupakan perjuangan dengan menggunakan cara yang keras dalam menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Pemilih jalan perjuangan ini berpandangan bahwa kemerdekaan harus diusahakan sendiri oleh banga Indonesia, tanpa campur tangan atau bantuan pihak lain, apalagi penjajah.

Organisasi pergerakan yang bersifat radikal non kooperatif adalah Partai Komunis Indonesia (PKI; 1924), Perhimpunan Indonesia (PI; 1925), Partai Nasional Indonesia (PNI; 1927), Partai Indonesia (PARTINDO; 1931), dan Pendidikan Nasional Indonesia – Baru (PNI–Baru, 1931). Syarikat Islam (SI), atau Sarekat Islam, yang bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi dan diubah nama menjadi SI kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912.

Strategi pergerakan nasional bersifat moderat merupakan perjuangan yang dilakukan dengan menghindari tindakan kekerasan atau perilaku yang keras dan ekstrem, taktik kooperatif artinya perjuangan yang dilakukan dengan cara bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda untuk menghindari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Beberapa contoh organisasi yang memilih jalan kooperatif pada masa pergerakan nasional adalah Budi Utomo, Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi pemerintah kolonial dengan taktik kooperatif adalah mengirimkan wakil ke Volksraad (Dewan Rakyat) untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat yang diperjuangkan di antaranya: a) perubahan ketatanegaraan dan b) penghapusan perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual dengan cara yang tidak melanggar hukum.

Kesamaan perjuangan radikal dengan perjuangan moderat adalah misi kemerdekaan Indonesia secara nasional. Perbedaan strategi pergerakan yang radikal dengan moderat adalah dari segi cara dan taktik yang dipilih. Strategi radikal menempuh cara keras dan menolak kerjasama dengan Belanda, sedangkan strategi moderat memilih cara-cara lunak dan memanfaatkan Kerjasama dengan Belanda dan Jepang untuk mencapai tujuan.

Pilihan untuk menerapkan taktik kooperatif bukan tanpa suatu alasan. Banyak pejuang Indonesia memilih strategi perjuangan kooperatif karena menyadari bahwa bersikap hati-hati terhadap pemerintah kolonial Belanda sangat diperlukan, terlebih setelah pemerintah kolonial membatasi organisasi-organisasi pergerakan nasional dalam menyelenggarakan kegiatan berserikat dan berkumpul, juga kerap menangkap dan mengasingkan para tokoh yang dianggap tidak mendukung kebijakan kolonial.

Adapun beberapa faktor yang mendorong diterapkannya taktik kooperatif yaitu: Krisis ekonomi dunia atau Krisis Malaise yang memuncak pada 1929 Belanda membatasi organisasi pergerakan nasional dalam berserikat atau berkumpul Banyak tokoh pergerakan nasional yang ditangkap oleh Belanda

Pada masa pendudukan Jepang, Indonesia menetapkan sebuah taktik untuk melawan penjajah dari negara tersebut. Taktik perjuangan yang dilaksanakan oleh para tokoh pergerakan nasional selama masa pendudukan Jepang adalah taktik kooperatif.

Para tokoh yang beralih ke taktik perjuangan kooperatif pada masa pendudukan Jepang adalah Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH Mas Mansyur.

Berkat perjuangan kooperatif ini dan faktor-faktor politik global, BPUPK yang semula diinisiasi oleh Jepang "diambil alih" para pejuang di bawah kepemimpinan Soekarno, terbentanglah jalan bagi perumusan dan pengesahan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia pada 1 Juni (yang diabadikan sebagai Hari Lahir Pancasila) dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Read more