LOMBA JUAL JARGON

LOMBA JUAL JARGON

Belakangan ini mulai marak pernyataan dan perilaku segelintir orang, yang karena menempati posisi penting dalam institusi negara atau institusi ormas, mengesankan diri sebagai pemegang hak tunggal penarsiran atas Pancasila melalui pernyataan ofensif yang mendiskreditkan individu atau kelompok atau partai politik tertentu karena konflik personal atau pemihakan politik. Padahal mengaku tidak berpolitik tapi memihak salah satu kontestan dan memojokkan kontestan lainnya adalah perilaku politis par excellence.

Akibatnya, polarisasi dan perang narasi dan tarung pernyataan pun terjadi. Sebagian orang, karena enggan dianggap puritan, ekstremis, tidak nasionalis dan  pancasialis, mencurigai ekspresi relijiusitas sebagai politisasi agama dan radikalisme. Sebagian lain, karena dicap tidak relijius dan menormeduakan kitab suci, mencurigai semangat kebangsaan dan menerima Pancasila sebagai sekularisme dan anti Islam.

Al-Quran adalah asas agama bagi umat Islam. Ratusan tafsir Al-Quran. Itu yang resmi dan dibubukan. Meski berlainan bahkan mungkin sebagian saling berlawanan, semua tafsir Al-Quran (perlu) dihargai karena memperkaya khazanah kelilmuan Al-Quran. Tak ada yang mengkaim sebagai satu-satunya yang berhak menafsirkannya.

Meski menyepakati Al-Quran sebagai sumber utama, sejarah membuktikan bahwa umat Islam berselisih tentang hal-hal berkaitan dengan Al-Quran, antara lain proses pencatatannya, kriteria kesaksian pencatatnya, ragam bacaannya dan sengketa otoritas pengumpulannya.

Demikian pula Pancasila. Sebagai asas negara bagi bangsa Indonesia terbuka bagi ragam penafsiran karena memperkaya khazanah kelimuan dan pemikiran seputar Pancasila. Siapapun berhak memilih salah satu dari banyak tafsir Pancasila selama punya landasan argumen yang dapat dipertanggungjawbkan. Tak ada orang, kelompok dan organisasi yang berhak mengklaim sebagai satu-satunya yang boleh menafirkan Pancasila, apalagi mengaku paling pancasilais, lebih-lebih menganggap orang atau kelompok lain sebagai anti Pancasiila.

Meski Pancasila sudah menjadi konsensus bagi bangsa Indonesia dalam BPUPK, sejarah mengkonfitmasi fakta perbedaan sikap dan pandangan para tokoh agama dan tokoh bangsa terhadap hal-hal berkaitan dengan Pancasila, antara soal Piagam Jakarta terkait Syariat bagi umat Islam, urutan sila, posisinya sebagai ideologi negara atau asas negara dan sebagainya. Artnya, penerimaan terhadap Pancasila tidak simsalabim tapi melalui proses interaksi intelektual dan dialog bahkan dalam kalangan yang kini mengaku sebagai pro Pancasila dan NKRI sehingga tercipta sebuah konsensus yang final saat ini.

Membawa-bawa Al-Quran, agama juga Pancasila dan NKRI demi kepentingan politik, terutama dalam ajang kompetisi kekuasaan, adalah bagian dari politik identitas dan eksploitasi simbol.

Arogansi dan ekstremisme berbungkus jargon Pancasila, NKRI dan moderasi sebenarnya tidak lebih baiik dari arogansi dan ekstremisme berjubah narasi agama, Kitab Suci, supremasi mazhab dan pembelaan umat. .

Semua paslon telah disahkan oleh KPU. Hal itu bisa dijadikan dasar penilaian bahwa tak satupun dari mereka  menolak Pancasila, tidak nasionalis dan anti kebhinnekaan.

Read more