Menuhankan Anak

Menuhankan Anak
Photo by Unsplash.com

"MENUHANKAN ANAK"

Anak adalah sebutan bagi manusia yang lahir sebagai hasil perkawinan dua pribadi manusia laki dan perempuan. Sebutan ini juga kadang berlaku bagi hewan yang lahir sebagai hasilnperkawinan dua ekor hewan dalam satu spesies. Dalam Bahasa Indonesia anak laki disebut putera dan anak perempuan disebut puteri. Kata anak yang disambung dengan kata kecil juga digunakan sebagai padanan bocah. Kata ini juga disandang oleh individu yang ditetapkan sebagai anak bagi pria yang menjadi suami bagi ibunya dan sebagai anak bagi wanita yang menjadi istri bagi ayahnya, disebut tiri, juga indiividu yang diangkat sebagai anak, disebut anak angkat.

Setiap insan, lahir sebagai hasil perkawinan, adalah anak bagi ayah dan ibunya dan semua orang dewasa pernah menjadi anak kecil. Artinya, status anak pada dasarnya tidaklah istmewa. Ia dianggap istimewa bila dihubungkan dengan ayah atau ibunya yang punya posisi sosial, politik dan sebagainya atau karena mewarisi karakter dan ciri-ciri genetik dari mereka berdua. Kata istmewa pun memuat beragam pengertian sesuai alasan masing-masing orang yang menggunakannya.

Sebagian anak dianggap istimewa bukan karena dihubungkan dengan posisi sosial ayah atau ibunya juga bukan karena mewarisi sesuatu yang istimewa dari ayah dan ibunya tapi karena lingkungan sosial dan pengalaman hidup yang membuatnya matang dan cemerlang saat dewasa.

Secara kodrati, semua ibu dan ayah menyayangi anaknya. Ini berlaku secara umum dalam lingkungan sosial hewan dan manusia meski secara sporadis terjadi pengecualian karena beragam faktor. Anak juga secara kodrati menyayangi ibu dan anaknya. Rasa sayang antar kedua keduanya tumbuh karena kebutuhan bertahan hidup dan regenerasi.

Sekadar menyayangi anak bukanlah sebuah prestasi bagi ibu dan ayah. Yang menjadi prestasi insani adalah mendidiknya dan memandunya kepada nilai-nilai luhut kemanusiaan sebagai koridor pandangan dan tindakan, sekaligus menjadi prestasi kehambaan bila mengarahkannya kepada prinsip ketuhanan dan keagamaan.

Tanpa fungsi itu, hanya menyayangi anak tanpa parameter logika bisa melenceng dari koridor kepatutan dan kontra produktif bahkan merugikan diri sendiri serta anak yang disayanginya. Akibatnya, ayah dan ibu bisa memperlakukan anaknya sebagai tuhan dan dirinya sebagai hambanya. Anakpun tanpa bimbingan pemahaman rasional tentang agama bisa memperlakukan orangtuanya sebagai tuhan karena mematuhinya secara mutlak. Dalam situasi paradoksal demikian, ayah dan ibu bisa merusak anak, dan anak bisa merugikan secara moral dan spiritual orangtuanya.

"Ketahuilah -wahai orang-orang mukmin- bahwa harta dan anak-anak kalian sejatinya merupakan cobaan dan ujian dari Allah untuk kalian. Karena harta dan anak-anak kalian dapat menghalangi-halangi kalian beramal untuk Akhirat dan mendorong kalian untuk berkhianat." (QS. Al-Anfal : 28).

Mwmanjakan anak meski terlihat secara lahit menguntungkan anak, pada hakikar menguntungkan orangtua karena memenuhi hasrat ego sendiri dan merugikan anak.

Dilaporkan berdasarkan riset sosiopskologis, memanjakan anak akan menimbulkan dampak di kemudian hari jika dilakukan secara terus menerus oleh orang tua sejak kecil.

  1. Tidak bertanggung jawab

    Dampak memanjakan anak secara berlebihan bisa membuat mereka tidak bertanggung jawab, cenderung tidak memiliki kedewasaan emosional. Anak juga lebih mudah tersinggung jika dinasehati dan malas untuk bekerja.

Contoh sederhana, mereka akan merasa bisa mendapatkan dan memiliki segala keinginannya. Maka mereka kurang bertanggung jawab atas apa yang dimiliki karena merasa bisa membeli lagi jika sudah rusak dan lain sebagainya.

  1. Ketergantungan pada orang tua dan orang lain

    Anak yang terlalu dimanja akan menyamaratakan konsep kebahagiaan atas kebahagiaan orang lain. Anak tidak memiliki kedewasaan emosional, maka ia akan selalu bergantung kepada orang tuanya karena sudah terbiasa dimanja oleh orang tuanya.

Dari hal tersebut juga bisa menyebabkan anak tidak bisa melakukan sesuatu sendiri sehingga ia memiliki rasa ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain.

  1. Mudah menyerah. Dampak memanjakan anak selanjutnya bisa membuat mereka mudah menyerah saat dihadapkan dengan kesulitan dan kegagalan. Mereka tidak pernah gigih untuk mendapatkan sesuatu karena apapun yang mereka mau selalu dituruti.

Dengan kebiasaan dimanja maka saat anak mengalami masa-masa sulit, akan mudah menyerah dan putus asa. Hal seperti ini sudah sering terjadi di masyarakat, mendidik anak dengan dengan manja sama halnya dengan melemahkan mental anak itu.

  1. Menjadi pemberontak dan tidak sopan. Memanjakan anak cenderung dilakukan dengan melindungi dan tidak menegur saat anak melakukan kesalahan. Padahal, melindungi kesalahan mungkin saja bisa membuat mereka menjadi pemberontak dan tidak santun.
  2. Sulit berinteraksi. Hal tersebut terjadi akibat orang tua terlalu membiasakan anak mendapatkan sesuatu dengan mudah, sehingga sulit bagi anak untuk bersyukur dan berterimakasih pada orang lain.

Pribadi anak yang manja, cengeng dan egois, akan membuat anak sulit mendapatkan teman yang mampu menerima karakternya. Alhasil ketika sulit dalam mendapatkan teman, membuat anak tersebut menjadi sosok individualis.

  1. Kesulitan hidup di masa depan. Terbiasa bergantung pada orang tua, terbiasa menerima segalanya dari orang tua, menjadikan anak sulit beradaptasi dalam kehidupan di masa depan. Mereka jadi sulit mengatur keinginan, keuangannya dan cenderung berlebihan dalam membelanjakan pendapatannya.

Bagaimana statusnya di akhirat kelak? Saat itu setiap insan diperlakukan setara dan struktur keluarga dilebur sebagai manusia semata. ""Pada hari ketika manusia lari dari saudara-saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istrinya dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan.” (Q.S. 'Abasa: 34-37).

Namun setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas semua tindakan dan interaksinya dengan siapapun, utamanya dengan anak, ayah, ibu, suami, isteri dan saudara serta kerabat selama hidupnya di dunia.

Read more