"PERANG PIRING" DALAM RUMAH
Konon setengah pernikahan adalah bencana. Sisa setengahnya adalah seperempat pertama berusaha bahagia dan seperempat lainnya berdrama bahagia.
Hal itu karena
1. Makna dan pengertian tentang bahagia tak sebenderang makna dan pengertian tentang benda seperti gelas, rumah dan sebagainya. Kesimpangsiuran pemahaman tentang bahagia sendiri justru menjadi biang bencana. Para filosof dan mistikus hingga kini masih berpolemik. Para saintis masih sibuk membuat teori tentang hormon kebahagiaan dan menciptakan aneka obat pembangkit kebahagiaan serta metode saintifik meraih kebahagiaan dengan self healing, hypnotherapy dan sebagainya.
2. Manusia secara impersonal (universal), sebagai hewan berakal, adalah sama. Tapi secara personal sejak manusia pertama diciptakan tak pernah sama. Setiap individu adalah entitas unik dan genuine. Ia punya identitas fisikal dan mental yang khas. Karena itu, Sadra mengangganp manusia sebagai spesies makro dan setiap individu sebagai spesies mikro. Keselarasan antar dua individu dalam jangka lama perlu lomba pengorbanan. Tanpa itu, perang piring adalah kisah langganan. Sebagian berujung dengan perang parang. Ia mungkin lebih mirip gambling. Karena kedua pasangan perlu memberikan perhatian serius kepada konten kesepakatsn pra nikah.
3. Karena pasangan tak punya bekal konsep utuh tentang kemitraan dalam rumahtangga, kemesraan pra nikah justru berubah menjadi kecanggungan bahkan ketegangann setelah nikah dilaksanakan. Saat pacaran, romantis. Setelah nikah, malah hambar dan cenderung mekanik..