HATI-HATI

HATI-HATI

Hati kerap disinonimkan dengan perasaan. Hati juga disepakati sebagai simbol cinta. Patah hati dilukiskan sebagai tragedi putusnya hubungan cinta. Banyak orang mengikuti "kata hati" karena menetapkannya  sebagai parameter kebenaran. "Hati-hati!" juga biasa diucapkan sebagai anjuran kewaspasdaan. Agama, filsafat, mistisisme, seni, budaya dan sains juga membahasnya  Alhasil, kata yang satu ini cukup popular.

Kata hati dalam bahasa disebut qalb berupa masdar dari qalaba, yang berarti membalikkan, mengubah, memalingkan, mengalami perubahan. Ia disebut qalb karena karakteristiknya yang dinamis. Qalb adalah lokus dari kebaikan dan kejelekan, kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain, hati menunjukkan sentralitas dalam diri manusia sebagai pusat kepribadian dan membuat manusia menjadi manusiawi.

Secara terminologis qalb mempunyai dua makna, yaitu hati dalam bentuk fisik, organ kenyal yang berada di samping kiri dada, yang juga disebut jantung; dan hati dalam bentuk ruh atau lathifah. Kata qalb juga diartikan secara luas sebagai sebuah sarana pengetahuan yang memberikan rasa tentang keberadaan Tuhan dan rahasia-rahasia-Nya serta realitas esoteris.

Dalam al-Qur’an, kata qalb digunakan untuk menunjuk kepada sesuatu yang berfungsi sebagai pengendali pikiran dan kehendak, yang di sebut akal. Kata ‘qalb’ dalam surah 50: 37 ditafsirkan sebagai akal. “Sungguh di dalam itu adalah peringatan (dzikra) bagi orang yang mempunyai qalb”.

Al-Qur’an telah menegaskan di sejumlah ayat tentang peran vital hati sebagai pusat pengetahuan yang benar, keyakinan dan iman, sebagaimana dalam ayat 22 surah Mujadilah dan ayat 7 surah Ali Imran; “Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur’an atau hati-hati itu terkunci” (QS: Muhammad: 24). Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT berfirman: “Langit dan dan bumiku tidak mampu menampung-Ku, namun hati hamba-Ku yang mukmin menampungnya”. (Afifi, Muqadimah va Ta’liqat bar Fushus al-Hikam, fash 12).

NabiSaw bersabda: Ingatlah bahwa dalam tubuh terdapat sepotong daging (mudghah), apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, sepotong daging itu adalah hati.

Ibn Arabi menganggap hati sebagai akibat dari rahmat Allah Swt, bahkan ia adalah rahmat yang paling luas, karena hati seorang arif hanya berisikan al-Haq semata. (Fushus al-Hikam, Fash Syuaibi). Menurut Al-Qusyairi, hati adalah tempat makrifat, akal adalah syarat rukun untuk mendapatkan makrifat. Namun, akal tidak mampu mengetahui hakikat-hakikat yang tersembunyi (Ar-Risalah al-Qusyairiyah, hal. 117). Menurut Suhrawardi, kesaksian hati adalah lebih utama dari pengetahuan berperantara (hushuli), media kesaksian hati, yaitu penyucian dan pembersihannya adalah lebih baik dari ilmu logika (mantiq), sebagai media pengetahuan berperantara. (Hikmah al-Isyraq, 50, 52, , 561).

Ada sejumlah kondisi hati yang memerlukan perawatan maksimal.

1. Hati yang keras (al-qalb al-qasi). Menurut Ar-Raghib Al-Isfahani, al-qasawah berarti soliditas yang berasal dari sifat ‘al-qasi’ yang disandang oleh batu yang keras. Dalam surah al-Baqarah ayat 74, Allah Swt menyamakan sejumlah manusia berhati keras dengan batu cadas yang keras, bahkan lebih. Ketika menasehati putranya, Ali bin Abi Thalib, berpesan, “Karena itulah aku mendidikmu dengan kesopanan, agar hatimu tidak mengeras..” (Nahjul-Balaghah, surat ke 31).

2. Hati yang menyimpang. Ar-Raghib al-Isfahani dalam al-Mufradat mengartikan ‘az-zaigh’ sebagai ambivalensi dan inkonsistensi. Allah Swt memperingatkan pemilik hati plin plan dan korup ini; “Ketika mereka menyimpang, maka Allah menyimpangkan hati mereka’ (QS: 61::5).

3. Hati yang berkarat. Hati menjadi seperti besi yang berkarat dan rapuh apabila manusia melakukan kemaksiatan dan perbuatan nista. Allah Swt menyifati hati orang-orang yang mendustakan hari kiamat sebagai hati yang berkarat dan sulit dibersihkan karena terlalu lama. Inilah hati yang tak lagi mampu menjadi tiang penyangga kokoh.

4. Hati yang tertutup. Allah Swt menggambarkan dalam surah al-Baqarah ayat 7, bahwa hati yang telah ditutup dan disumpel adalah hati kaum munafik yang mengira telah mengejek Allah, padahal merekalah yang telah diejek dan dihinakan-Nya.

5. Hati yang buta. Allah Swt menegaskan bahwa orang-orang yang menyia-nyiakan hati dengan endapan dosa adalah orang-orang buta hati. Mereka punya mata tapi tak dapat melihat, bahkan bisa terbang lebih tinggi dari gagak dan menyelam laut lebih dalam dari hiu, tapi tak mampu menjadi manusia sejati. “Mata mereka tidak buta mata, tapi mereka buta hati” (QS: 22: 46). Allah Swt juga memberikan warning bahwa orang-orang yang buta hati di dunia akan dibangkitkan di akhirat kelak dalam keadaan buta (buta mata).

Setiap orang bisa memiliki hati yang bersih dan memperoleh pengetahuan emosional bila telah melakukan takhalli dan tahhalli.

Read more